7.1 REGIONAL
7.1.1 Geometri Cekungan
Cekungan
Mentawai merupakan cekungan busur depan (Paleogene
- Neogene Fore Arc Basin), berada pada 98,5° - 101,5° BT dan 0,4° - 3,7° LS (Gambar 7.1). Geometri Cekungan Mentawai
memanjang dengan arah baratlaut - tenggara sejajar dengan Pulau Sumatera.
Cekungan
ini berada diantara jajaran Kepulauan Mentawai dan Pulau Sumatera.
Cekungan dideliniasi dari anomali gaya
berat yang signifikan yang kemudian dikonfirmasi dengan seismik yang
menunjukkan paket tebal sedimen dengan ketebalan minimum 2.500 meter pada batas
cekungan. Sedimentasi Cekungan Mentawai diendapkan pada batuan dasar yang
berumur Pra-Tersier. Ketebalan sedimennya antara 3.500 – 5.000 m (Gambar 7.2).
Cekungan
Mentawai memiliki luas total kurang-lebih 33.440 km2 dengan
keseluruhan wilayah cekungan berada di perairan. Di bagian utara, cekungan ini
berbatasan dengan Cekungan Nias, sebelah timur dibatasi oleh tinggian Pulau Sumatera,
sebelah barat dibatasi oleh tinggian pulau-pulau seperti Pulau Siberut, Pulau Sipura,
Pulau Pangai Utara dan Pulau Pangai Selatan, sedangkan yang menjadi batas sebelah
selatan adalah Cekungan Bengkulu. Peta anomali gaya berat menunjukkan kontras
densitas yang signifikan yang membantu mendeliniasi batas Cekungan Mentawai (Gambar 7.3)
7.1.2 Sejarah Eksplorasi
Grup Jenney mengumpulkan data baru selama lima tahun
eksplorasi, dalam kurun waktu 1969 – 1974 yang dibagi menjadi lima tahun kontrak. Beberapa
penampang seismik telah diakuisisi selama tiga tahun kontrak pertama yang
kemudian dapat mengidentifikasi paket sedimen tebal di Cekungan Mentawai,
batugamping terumbu di lingkungan laut dangkal, dan menancapkan dua sumur bor
yaitu Mentawai A-1 dan Mentawai C-1 selama bulan Maret – April 1972 yang hanya
menunjukkan keberadaan metana dan kemudian sumur-sumur tersebut ditinggalkan.
Survei magnetometer, seismik darat, dan survei gaya berat dilakukan pada dua
tahun terakhir kontrak kemudian dilanjutkan dengan pemboran dua sumur
stratigrafi yakni: Bengkulu X-1 dan Bengkulu X-2 yang sama-sama tidak
menunjukkan keberadaan hidrokarbon. Hasil-hasil negatif yang ada menyebabkan
Grup Jenney meninggalkan area ini pada 30 April 1974.
Gambar 7.1 Peta Lokasi Cekungan Mentawai.
|
Gambar 7.3 Peta anomali gaya berat di Cekungan Mentawai.
7.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Sumatera
terletak di bagian barat Daratan Sunda, merupakan suatu tarikan pada bagian
selatan Lempeng Eurasia. Saat ini, Lempeng Samudra Hindia bergerak dan
mengalami subduksi miring dibawah Lempeng Eurasia pada arah N20°E dengan
kecepatan pergerakan rata-rata 6 – 7 cm/tahun. Zona konvergen aktif miring ini
menyebabkan sistem palung busur Sunda aktif, memanjang dari Burma di bagian
utara sampai zona tumbukan Lempeng Australia dengan Indonesia bagian timur di
bagian selatan (Hamilton, 1979).
Daerah
busur depan, yang diberi nama Lempeng Burma oleh Curray dkk (1979), merupakan
hasil pergeseran menganan Lempeng Eurasia sepanjang batas transform Sistem Sesar Sumatera (SFS). Berdasarkan data-data
geofisika di daerah Mentawai diindikasikan telah terjadi suatu sesar geser
besar yang sejajar dengan Sistem Sesar Sumatera, yang dikenal dengan Sesar
Mentawai (Gambar 7.4). Sesar ini
memanjang hingga ke utara Pulau Nias dan Selat Sunda.
Gambar 7.4
Penampang seismik
cekungan depan busur di Kepulauan Mentawai dan melewati Zona Sesar Mentawai
(Schluter dkk., 2002).
Pulau
Mentawai memiliki sejarah pembentukan yang sama dengan Pulau Nias, merupakan
komplek akrasi yang terangkat (Moore dan Karig, 1980) seperti juga digambarkan
oleh Schluter dkk (2002) pada penampang seismik yang memotong cekungan busur depan
Pulau Mentawai (Gambar 7.5).
Gambar 7.5 Peta elemen tektonik Pulau Sumatera (Yulihanto dkk.,
1995).
7.3 STRATIGRAFI REGIONAL
Stratigrafi
Tersier Cekungan Mentawai diawali dengan pengendapan Seri Tufaan yang memiliki
kesetaraan dengan Formasi Talang akar yang terdiri dari litologi batupasir
tufaan, batulempung tufaan, konglomerat dan breksi dengan ketebalan berkisar
antara 1.000 – 1.400 m. Kemudian diendapkan Seri Tufa-Napal yang setara
dengan Formasi Batu Raja pada awal Miosen dengan litologi berupa batulempung
tufaan, serpih tufaan, batupasir dan napal dengan ketebalan sekitar 1.000 m (Gambar 7.6) menumpang secara tidak
selaras terhadap batuan dasar Pra-Tersier.
Di atas Formasi Batu Raja pada umur Miosen diendapkan
secara selaras Formasi Gumai. Formasi ini terdiri dari lapisan batu lempung.
Pada umur Miosen Tengah di cekungan ini diendapkan Seri Batugamping-Napal yang
setara dengan Formasi Air Benakat. Litologi seri ini berupa batugamping, napal,
sedikit sisipan dan batupasir serta
serpih; minimal ketebalan diperkirakan 600 m. Kemudian Formasi Parigi
diendapkan diatas Formasi Air Benakat dengan dominasi litologi batugamping.
Kemudian pada umur Pliosen diendapkan Formasi Muara Enim, batuannya berupa
perlapisan antara lempung dan batupasir, napal. Genang laut pada Plistosen
mengiringi pembentukan Formasi Eburna yang diendapkan langsung diatas Formasi
Muara Enim denga litologi dominan batugamping. Dua Formasi terakhir (Formasi
Parigi dan Eburna) termasuk kedalam Seri Transgresi Muda yang ada di Cekungan
Mentawai.
Gambar 7.6 Stratigrafi Cekungan Mentawai (Yulihanto dkk.,
1995).
7.4 SISTEM PETROLEUM
7.4.1 Batuan Induk
Batuan
induk berasal dari serpih dan lempung Formasi Gumai dan Formasi Talang Akar.
Formasi Talang Akar mempunyai potensi hidrokarbon gas, sedangkan Formasi Gumai bukan
merupakan batuan induk berpotensi karena masih berada pada daerah yang belum
mencapai titik kematangan. Tipe kerogen adalah tipe II-III (lakustrin), dengan
kandungan TOC baik, sekitar 0,5 – 2,0 % (Formasi Gumai), dan 0,85 – 75,0 % (Formasi
Air Benakat).
7.4.2 Reservoir
Reservoir
berasal dari endapan-endapan Formasi Batu Raja dan ekivalen Formasi Parigi.
Batuan reservoir pada umumnya adalah batugamping yang diendapkan di daerah
paparan laut dangkal.
7.4.3 Perangkap
Tipe
perangkap adalah two – three way dip,
fault bounded anticline, tilted fault block, karbonat build-up, dan kemungkinan memiliki
perangkap stratigrafi berupa perubahan fasies (wedge-out) dan sedimen yang onlapping
ke batuan dasar.
7.4.4 Batuan Penyekat
Batuan
penyekat berupa batulempung Formasi Gumai dan Formasi Muara Enim. Belum ada
penemuan maupun indikasi tentang hidrokarbon di cekungan ini yang menyebabkan
beberapa eksplorasi sebelumnya menemui kebuntuan dan akhirnya cekungan ini
ditinggalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Curray,
J. R., Moore, D. G. Lawver, L. A. Emmel, F. J. Raitt, R. W. Henry, M. &
Kieckheffer, R., 1979. Tectonics of the Andaman Sea and Burma. In:
Watkins, J. S., Montadert, L. & Dickenson, P. W. (eds) Geological and
Geophysical Investigation of Continental Margins, American Association of
Petroleum Geologists, Memoirs, 29, 189 – 198.
Hariadi, N dan R.A. Soeparjadi,
1975, Exploration of The Mentawai Block – West Sumatera, Indonesian Pet. Assoc., 4th Annual Convention Proceedings,
hal.55 – 65.
Hamilton,
W., 1979, Tectonics of the Indonesian region, U.S. Geological Survey Professional Paper, No. 1078, 345p.
Moore,
G.F. & Karig, D.E. 1980. Structural geology of Nias Island, eastern
Indonesia, implications for subduction zone tectonics. American Journal of
Science, 280, 193 – 223.
PERTAMINA dan BEICIP
FRANLAB, 1992, Global Geodynamics, Basin
Classification and Exploration Play-types in Indonesia, Volume I,
PERTAMINA, Jakarta.
Schlüter, H. U., C.
Gaedicke, H. A. Roeser, B. Schreckenberger, H. Meyer, C. Reichert, Y.
Djajadihardja, and A. Prexl (2002), Tectonic features of the
southern Sumatera-western Java fore-arc of Indonesia, Tectonics,
21(5), 1047, doi:10.1029/2001TC901048.
Samuel, M. A., Harbury, N.
A, 1996, The Mentawai Fault Zone and Deformation of the Sumateran Fore-arc in
the Nias Area. Geological Society
of London, Special Publication 106, 337 – 351.
Yulihanto, B., Situmorang B.,
Nurdjajadi A., dan Saim B., 1995, Structural Analysis of The Onshore Bengkulu
Fore-arc Basin and it’s Implication for Future Hydrocarbon Exploration
Activity, Indonesian Pet. Assoc., 24th
Annual Convention Proceedings, hal.85 – 96.