1.1 REGIONAL
1.1.1 Geometri Cekungan
Cekungan
Sumatera Utara merupakan salah satu rangkaian cekungan sedimen di Sumatera yang
terletak di ujung utara Pulau Sumatera. Cekungan Sumatera Utara merupakan
cekungan busur belakang yang termasuk ke dalam
wilayah tektonik Sunda.
Geometri cekungan
ini mempunyai arah baratlaut-tenggara dengan luas sekitar 88.220 km2
menempati daratan
22.370
km2 dan lautan
65.850
km2. Secara geografis Cekungan Sumatera Utara terletak pada 94,80-99,40
BT dan 2,70-7,50 LU (Gambar
1.1). Cekungan Sumatera Utara dideliniasi oleh gabungan data meliputi peta
sebaran anomali gaya berat yang menunjukkan kisaran nilai antara (-) 125 – 50
mgals atau low gravity (Gambar 1.2), peta ketebalan dengan
batas cut-off sedimen bernilai 1.000
m, peta sebaran tinggian batuan dasar,
peta batimetri, peta topografi, dan melihat konfigurasi/geometri sedimen dari
penampang seismik yang menunjukan suatu cekungan yang dibatasi oleh suatu
tinggian. Secara umum Cekungan Sumatera Utara di arah baratdaya berbatasan
dengan Pegunungan Bukit Barisan yang terangkat pada Miosen Tengah, pada bagian
tenggara berbatasan dengan Busur Asahan, sedangkan pada bagian timurlaut berbatasan
dengan Semenanjung Malaysia, dan pada bagian utara cekungan ini terbuka ke arah Laut Andaman.
Gambar 1.1 Peta Lokasi Cekungan Sumatera Utara
Gambar 1.2 Peta sebaran anomali gaya berat Cekungan
Sumatera Utara.
1.1.2 Sejarah Eksplorasi dan Produksi
Aktivitas eksplorasi dimulai pada tahun 1885 dengan dijumpainya
Lapangan Telaga Said oleh Perusahaan
Royal Dutch, kemudian Lapangan Darat (1899), Lapangan Perlak (1900), Lapangan Serang Jaya (1926), Lapangan Pulau Panjang (1928), Lapangan
Rantau (1929), Lapangan
Gebang (1936) dan Lapangan
Palu Tabuhan (1937). Semua lapangan menghasilkan minyak dari Batupasir Keutapang dan Baong, dengan
produksi kumulatif 344 MMBO,
dan 347 MMBO dan 152 BCF gas. Selama zaman Jepang (1942 – 1945) semua aktivitas
eksplorasi di Sumatera Utara dihentikan. Kemudian setelah 1945 berdiri Perusahaan
Tambang Minyak Negara dan melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi di
Indonesia. Pada awal era PSC (Production
Sharing Contract) tahun 1961, Asamera dan Pertamina mengeksplorasi Aceh
Timur, mencakup daerah seluas 3.740 km2 dan berhasil menemukan beberapa
lapangan minyak kecil dalam blok. Penemuan lapangan minyak dan gas terbesar
oleh Mobil Oil Company tahun 1971 (17 TCF) gas.
Cekungan Sumatera Utara lepas pantai
(Blok Langsa) pertama kali di eksplorasi oleh Japex, pada tahun 1969, empat sumur berhasil dibor (ONS-A1, ONS-A2, ONS-A3
dan ONS-A4) pada struktur antiklin besar (Gurami) sekitar garis pantai dan
mendapatkan hidrokarbon sub-komersial dalam batupasir Formasi Baong dan
karbonat Peutu. Kemudian
Japex membor 2 sumur (ONS-B1 dan ONS-B2) di Horst Ibu, gas ditemukan di ONS-B1 di batuan dasar. Pada tahun 1971 ditemukan
Lapangan Arun yang sangat besar, hanya 40
km sebelah barat batas timurlaut blok yang diinginkan. Gulf melanjutkan usaha Japex mengebor ONS-C1X (1971) dan
ONS- A5 (1972). Pengeboran
pertama tidak menghasilkan seperti di Baong, dan ditinggalkan, daerah Peutu yang berada langsung diatas batuan dasar memiliki gas non-komersial. Pada 1968 Mobil
mengeksplorasi Blok NSO yang berkonsentrasi
pada Batugamping
Peutu/Malaka sebagai sasaran utama dan Batupasir
Baong. Eksplorasi Mobil
berhasil di Blok
NSO, dan mendapat beberapa lapangan gas (Lapangan
NSB). Tahun 1980 Inpex masuk ke daerah lepas pantai Aceh dan mengebor lima sumur, tetapi hanya satu sumur
yang menghasilkan gas yang cukup ekonomis (Sumur JAU-1). Inpex mengembalikan blok
ini di tahun 1996 karena merasa tidak sukses.
North
Sumatera Oil memperoleh Blok Langsa yang sangat luas, sampai lepas pantai
Cekungan Sumatera Tengah. Mereka membuat sumur ketiga di Horst Ibu (NSO-2N,
1975), dan mendapatkan minor gas pay
pada Batupasir
Seureula yang dangkal, tetapi karbonat yang dituju tidak berkembang dan padat.
Bagian utara blok dikembalikan dan diambil oleh Aquitaine yang mengebor Sumur Peureulak-1 untuk mengetahui
klastik yang dangkal, tetapi kemudian tidak berhasil menemukan cadangan yang
ekonomis.
Caltex
menandatangani PSC Blok Langsa pada
tahun
1981, dan tidak
seperti yang sebelumnya, selain
pemboran, survei seismik, gravity dan magnetik juga
dilakukan.
Caltex melakukan lima
pemboran, namun tidak sukses dan meninggalkannya 1986 dengan kerugian US$ 81
juta.
TCR
dan Pertamina membuat perjanjian studi bersama (JSA) pada 11 November 1989. TCR mundur karena tidak dapat mendanai dan akhirnya pada bulan Januari 1991, Shell melanjutkan usaha TCR. Shell mendanai dua pemboran, yaitu Tamiang-1 dan Rajamuda-1 namun keduanya tidak sukses. Awal 1992,
Asamera mengebor Karbonat
Kuala Langsa dan mendapatkan akumulasi gas yang besar.
Formasi
Baong di Cekungan Sumatera Utara adalah reservoir yang kaya sejak lama,
lapangan Telaga Said, lapangan Darat, lapangan Besitang, lapangan Palu Tabuhan
dan Securai, yang sampai 1986 akumulasi produksinya 38 MMBO dan 116 BCF.
Batupasir Baong juga merupakan reservoir potensial pada beberapa sumur
lepas-pantai di cekungan Sumatera Utara, seperti NSB-C1, NSB-H1, NSB-N1, NSB-U1
(Mobil NSO Bock), Teripang-1, Duyung-1 (Caltex Langsa Block) dan JAU-1 (Inpex
Lepas Pantai Aceh Utara). Sedimentasi Tersier pada Cekungan Sumatera Utara
diendapkan pada batuan dasar yang berumur Pra-Tersier dengan ketebalan
sedimennya antara 1.000 - 4.500 m dan kedalaman cekungan 0-4.500 m
(Gambar 1.3).
Gambar 1.3 Peta ketebalan sedimen dan lokasi sumur
Cekungan Sumatera Utara.
1.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Aktivitas tektonik Cekungan Sumatera
Utara dibedakan antara Pra-Miosen dan Miosen hingga Pasca-Miosen. Pola struktur
berarah utara - selatan terutama dihasilkan oleh
tektonik Pra-Miosen (Mulhadiono dan Sutomo, 1984). Pola struktur Miosen - Pasca-Miosen arah utamanya adalah
baratlaut - tenggara. Orientasi struktur tersebut
berkaitan dengan pengangkatan Bukit Barisan. Pola sesar berarah utara - selatan
(pola Pra-Tersier) dan arah baratlaut - tenggara maupun timurlaut - baratdaya
merupakan reaktivasi sesar Plio-Pleistosen sejak Miosen Tengah.
Evolusi tektonik Tersier Sumatera
terbentuk sebagai akibat subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah Kraton Sunda
secara oblik sepanjang baratdaya pulau Sumatera. Gerak lempeng samudra
Indo-Australia ke bawah lempeng kontinental Eurasia berlangsung sejak Oligosen
Akhir (Daly dkk., 1987, 1991, Pulunggono dan Cameron, 1984).
Cekungan Sumatera Utara adalah salah
satu dari tiga cekungan busur belakang yang terbentuk selama Tersier (Oligosen
Awal), pada lempeng Eurasia atau Paparan Sunda (Sastromihardjo, 1988). Tektonik
ekstensional mendominasi sejarah Cekungan Sumatera di awal Tersier dan
membentuk struktur tinggian dan rendahan, membentuk perangkap dan tempat
tumbuhnya terumbu sebagai daerah kitchen.
Tektonik kedua adalah kompresional yang juga membentuk perangkap sebagai
struktur inversi. Menurut Reed (1995), evolusi Tersier cekungan Sumatera Utara
dapat dibagi dalam tujuh tahap:
·
Pre-rift
(sebelumnya – Eosen Akhir/Oligosen Awal) periode ini mencakup seluruh peristiwa
geologi sebelum sampai rifting
Tersier terjadi.
·
Early-Rift
(Oligosen Awal) proses rifting dimulai
dan sedimen klastik kontinental dominan dengan sumber dari timurlaut dan timur.
·
Middle-Rift
(Oligosen Akhir – Miosen Awal) proses rifting
masih berlangsung dan sedimentasi bercampur antara laut dan non laut saat laut
mulai menggenangi daerah itu.
·
Late Rift
(Miosen Awal - Basal N7) rifting menjadi tertutup dan thermal uplift menghasilkan post-rift ketidakselarasan regional.
Sedimentasi klastik laut dominan.
·
Early Sag
(Miosen Awal - Tengah N7 & N8) terjadi transgresi regional akibat periode
tenangnya tektonik. Karbonat berkembang pada struktur tinggian yang sudah
terbentuk dan seluruh wilayah mulai perlahan menurun akibat termal.
·
Sag/Tilt
(Miosen Tengah N9 - N12) penurunan termal berlanjut sedangkan laut agak
regresi, disertai pengangkatan cekungan ke arah baratdaya. Pengendapan karbonat
berhenti dan digantikan sedimen klastik.
·
Late Sag
(Miosen Tengah - Sekarang, N13 - Resen) awal kompresi regional dan pengangkatan
di selatan, penurunan termal digantikan tektonik, penurunan dan transgresi laut
dengan sumber sedimen bergeser dari timurlaut ke selatan.
Gambar 1.4 Elemen-elemen Tektonik Sumatra Utara
(Pertamina-Beicip, 1992).
Unit-unit
struktur Cekungan Sumatera Utara dari timur ke barat dapat dipisahkan sebagai
berikut (Gambar 1.4), dengan dibagi menjadi tiga arah utama:
1. Tatanan
struktur utara - timur,
mencerminkan Sub-cekungan Aceh, bagian selatan Arun High, dan beberapa Yang
Besar High.
2. Tatanan
struktur baratlaut-utara, dicerminkan oleh Arun High, bagian Utara Tamiang
Deep, dan beberapa bagian tinggian dan deep
di selatan Yang Besar High.
3. Tatanan
struktur timurlaut, tercermin di bagian selatan Yang Besar High.
- Paparan Malaka: berkembang sepanjang batas Indonesia – Malaysia di selat Malaka, melampar dengan tinggian batuan dasar Busur Asahan di arah selatan yang sangat dangkal, orientasinya Utara – Selatan memisahkan Cekungan Sumatera Utara dengan Sumatera Tengah. Daerah paparan yang luas dan dangkal ini miring ke arah barat, melampar ke Kraton Sunda dengan ketebalan sedimen 599,85– 2.500 m dari Batas Malaysia ke pinggir barat.
- Basin Slope: merupakan daerah yang kompleks, daerah transisi dari paparan Malaka (di timur) ke daerah basinal (Lhok Sukon dan Tamiang, kesebelah barat). Setengah dari Cekungan Sumatera Utara lereng paparannya curam, berhubungan dengan rekahan yang miring ke barat. Sedangkan setengah bagian selatan lebih luas dan terdiri dari sederetan imbrikasi horst dan graben berarah utara – selatan. Horst, dari timur ke barat adalah Glagah, Pakol atau Pusung, Yang Besar, Ibu atau Salem. Lebih jauh ke selatan di daerah darat, lereng cekungan dipengaruhi oleh Bukit Barisan yang berarah baratlaut – tenggara.
- Tamiang dan Lhok Sukon Deep: lokasi ini bersama dengan Jawa Deep sedimen Tersiernya di sumbu sub-cekungan Lhok Sukon mempunyai ketebalan lebih dari 9.000 m. Orientasinya utara-baratlaut, agak merencong dan dipisahkan oleh Alur Siwah High, merupakan daerah yang sangat tersesarkan berarah utara – selatan dan utara-baratlaut – selatan-tenggara. Seluruh kedalaman merupakan tempat pembentukan hidrokarbon dan diduga juga sebagai kitchen minyak dan gas untuk lapangan-lapangan di Cekungan Sumatera Utara.
- Lhok Sukon, Arun dan Peusangan High: tinggian batuan dasar berada di batas bagian barat dan selatan Lhok Sukon Deep. Daerah yang orientasinya utara – selatan sampai hampir baratlaut-tenggara tetap positif, sebagai relief purba, sepanjang Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Kemudian menjadi paparan dangkal dan tempat berkembang batugamping terumbu dan pengendapan karbonat, dibatasi oleh sesar normal dan reverse.
- Jawa Deep: terbentuk dari beberapa rendahan di barat dan tinggian berarah baratlaut, dimana ketebalan sedimennya mencapai 8.000 m, dan tinggian batuan dasar utara selatan yang terisolasi dan menunjam ke selatan. Konfigurasi unit struktur di darat bagian selatan tidak banyak diketahui karena kompleksnya daerah ini. Jawa Deep dan Lhok Sukon Deep menyatu ke utara dan terbuka ke arah Laut Andaman di utara.
- Sigli High dan Mergui Ridge: Cekungan Sumatera Utara dibatasi oleh kedua bentuk positif ini di sebelah barat. Mergui Ridge adalah tinggian batuan dasar utara – selatan, lepas pantai dan ditutupi oleh lapisan tipis sedimen tersier. Sedangkan Sigli High adalah kemenerusannya di darat.
1.3 STRATIGRAFI REGIONAL
Gambar 1.5 Litostratigrafi Sumatera Utara (Kamioli dan Naim,
1973, Mulhadiono, 1975, Cameron dkk., 1980).
Ringkasan litostratigrafi Cekungan
Sumatera Utara telah banyak dibahas contohnya oleh Kamioli dan Naim, 1973,
Mulhadiono, 1975, Cameron dkk., 1980. Berikut deskripsi urutan
litostratigrafinya dari yang tertua sampai muda sebagai berikut (Gambar 1.5):
1.3.1 Pra– Tersier
Gambar
1.6 Peta Struktur Batuandasar Regional Cekungan
Sumatera Utara (Sumber Daya Bumi, 1992).
Studi mengenai batuan
dasar Pra-Tersier di bagian selatan Sumatera utara menunjukkan bahwa batuan
Pra-Tersier mempunyai potensial reservoir terbatas (Mulhadiono dan Sutomo, 1984), bagaimanapun juga
potensial reservoir batuan dasar di daerah ini belum pernah dipelajari.
1.3.2 Tersier
1.3.2.2 Formasi Parapat – Oligosen Awal
1.3.2.3 Formasi Bampo – Oligosen Akhir
Sikuen lanau Formasi Bampo mengandung
sisa bahan organik dan mungkin dapat menjadi potensial untuk batuan induk untuk
hidrokarbon di Cekungan Sumatera Utara. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan
lakustrin, mirip dengan sedimen Oligosen yang di Cekungan Sumatera Tengah dan
Selatan.
Studi geokimia Mobil Oil menunjukkan
bahwa lanau karbonan, masif, tebal, berwarna gelap dan batulempung Formasi
Bampo merupakan batuan induk utama untuk reservoir Pra-Baong. Lapangan gas Arun
dan Alur Siwah yang terletak di baratlaut Blok Pertamina yang menghasilkan
minyak ringan, Batu Mandi, Diski dan Wampu, diperkirakan mendapat sumber dari
batuan induk Formasi Bampo.
1.3.2.4 Formasi Peutu dan Belumai – Miosen Awal
Di blok baratlaut, Formasi Peutu memiliki ketebalan berkisar dari 85 - 600 m. sedangkan ke arah timur dan
tenggara ketebalannya ekivalen dengan Formasi Belumai, 80 – 400 m. Karbonat
terumbu Formasi Peutu merupakan penghasil utama kondensat dan gas lapangan gas
Arun (Mobil), terbesar di Indonesia, dengan produksi hariannya sebesar 2.300
MMCFGPD dan 110.000 BCPD (Desember 1988).
1.3.2.5 Formasi Baong – Miosen Tengah
Unit MBS sebagian besar terdiri dari
batupasir abu-abu terang, berbutir sangat halus, karbonatan dan glaukonitik; unit
ini seringkali ditemukan di area Aru (Blok milik Pertamina). Bagian top dari
anggota ini dicirikan oleh lapisan batupasir sementara bagian bawahnya mengacu
pada lapisan batupasir terakhir yang tepat berada di atas Serpih Baong bagian
bawah. Baik bagian top maupun bottom, keduanya tidak mewakili korelasi
waktu tertentu. Ketebalan sikuen batupasir ini bervariasi antara 300 - 850 m.
Sikuen Serpih Baong bagian bawah
diendapkan di kedalaman yang lebih dalam bila dibandingkan dengan Batupasir
Baong bagian tengah yang melampar diatasnya, Harrison (1975)
menginterpretasikan sikuen ini diendapkan di lingkungan air dangkal dengan
kondisi deltaik. Setelah pengendapan MBS, cekungan kembali turun, sehingga
endapan laut dalam dari Serpih Baong bagian atas diendapkan. Koesoemadinata
(1978) menganggap MBS merupakan endapan turbidit sampai sikuen serpih dari Formasi
Baong. Perubahan relatif dari kedalaman muka air yang cepat, mengakibatkan
endapan deltaik diendapkan dalam waktu singkat, dan menurut keduanya, kedua
formasi tersebut tidaklah sama. Mulhadiono dkk (1982) menyarankan bahwa batupasir
dari Sungai Besitang, yang merupakan bagian bawah dari unit MBS, diendapkan
pada rezim turbidit.
Unit serpih bagian atas terdiri sebagian
besar oleh serpih homogen, abu-abu gelap, fissile
dan sedikit karbonatan, unit ini ditumpangi oleh sikuen pasir dari Formasi
Keutapang, sementara batas bawah unit ini merupakan bagian atas dari anggota
MBS.
1.3.2.6 Formasi Keutapang – Miosen Akhir
1.3.2.7 Formasi Seureula – Pliosen Awal
Formasi Seureula terdiri dari dominasi
batupasir dengan perlapisan serpih dan batulempung. Batupasir Seureula memiliki
ukuran butir lebih kasar, serta mengandung lebih banyak fragmen cangkang bila
dibandingkan dengan batupasir pada Formasi Keutapang. Ketebalannya bervariasi
antara 65 m
di sumur Tanjung Morawa #1 sampai 2.952 kaki di sumur Muku #1. Formasi ini
diendapkan di neritik tengah hingga luar selama
Pliosen Awal (N19 – N20).
Seureula
bagian bawah – Keutapang telah diperkirakan sebagai batuan reservoir yang
paling atraktif disebabkan oleh banyaknya kehadiran oil seeps. Sumur test
ONS-F1 (Japex) pada pasir Seureula mendapatkan kurang lebih sebanyak 151 BOPD
di kedalaman 533 – 599 m.
1.3.2.8 Formasi Julu Rayeu – Pliosen Tengah – Akhir
Formasi Julu Rayeu terdiri dari campuran
pasir dan serpih yang kaya akan material volkanik. Pasirnya konglomeratik dan
kadang-kadang tufaan. Formasi ini melampar secara selaras di atas Formasi
Seureula dan diendapkan pada lingkungan darat sampai laut dangkal. Ketebalan
bervariasi antara 250
– 600 m.
Saat ini, Formasi Julu Rayeu tidak dianggap sebagai target yang potensial dalam
cekungan ini.
Berdasarkan studi oleh Tim Mobil North
Sumatera, stratigrafi Cekungan Sumatera Utara dibagi kedalam empat sikuen
utama, yaitu Sikuen Pre-rift, Rift, Sag dan Sagging Akhir
dari Sikuen Post-Rift (Gambar
1.7).
Gambar
1.7 Evolusi tektonik dan paleogeografi Cekungan
Sumatra Utara.
1.4.1 Sikuen Pre-Rift
1.4.2 Sikuen Rift (Eosen Akhir – Miosen Awal)
Sedimen darat yang pertama mengisi graben terdiri dari batupasir fluvial
atau alluvial dan konglomerat (Formasi Bruksah) yang secara gradual diikuti
oleh pengendapan klastik laut dangkal. Selama Oligosen Akhir, sikuen basal
transgresif terdiri dari batupasir, batulanau, bersisipan dengan serpih dan
disebut sebagai Anggota Batupasir Bireun, yang diendapkan secara tidak selaras
di atas Formasi Meucampli.
1.4.3 Fase Sagging (Sikuen Post-Rift)
1.4.4 Fase Sagging Akhir (Sikuen Post-Rift)
1.5 SISTEM PETROLEUM
1.5.1 Batuan Induk dan Kematangan
Gambar 1.8 Peta penyebaran %TOC di Cekungan Sumatera
Utara (Pertamina Jakarta EP, 1992)
1.5.2 Reservoir
Terdapat beberapa reservoir yang
memproduksi hidrokarbon secara signifikan di Cekungan Sumatera Utara, seperti
batuan karbonat Miosen yang tumbuh sebagai terumbu (Batugamping Arun/Malaka)
pada Formasi Peutu. Batupasir Baong yang diendapkan pada lingkungan laut dalam
dan batupasir deltaik dan estuarin dari Formasi Keutapang dan Seureula yang
terbentuk secara gradual selama naiknya Perbukitan Barisan di sebelah barat
(Mulhadiono, 1976). Sama seperti Cekungan Sumatera Selatan, di rekahan pada
batuan dasar di Cekungan Sumatera Utara bisa saja memiliki potensi sebagai
batuan reservoir, namun sejauh ini belum ada bukti di lapangan Cekungan
Sumatera Utara yang menyatakan batuan dasar sebagai reservoir.
Pada blok milik Pertamina, reservoir Formasi
Baong dikenal dengan sebutan Batupasir Baong bagian tengah (MBS) dan ekivalen
dengan Batupasir Baong bagian bawah di lepas pantai selat Malaka. MBS hadir di
seluruh area kerja milik Pertamina, dan terbentuk sangat baik di area Aru
(Pangkalan Brandan). MBS di area Aru dapat dibagi kedalam empat sikuen dari
atas ke bawah, adalah:
- Batupasir
Susu: lapisan tipis pasir sisipan serpih. Properti reservoirnya buruk
sampai sedang.
- Batupasir
Sembilan: pasir glaukonitik, di area Pangkalan Brandan memiliki perlapisan
yang sangat tebal.
- Batupasir
Sungai Besitang: batupasir masif, ada di bagian barat area Pangkalan
Brandan.
- Batupasir Aru: lapisan pasir serpihan sisipan lanau dan serpih
Hanya Batupasir Sembilan dan Sungai
Besitang yang memiliki nilai ekonomis, dimana keduanya menghasilkan hidrokarbon
di Lapangan Sungai dan Besitang. Batupasir Besitang memiliki porositas antara
20% – 27% dan permeabilitas 9 – 15 mD. Batupasir ini, menurut Mulhadiono
(1982), diendapkan oleh mekanisme arus turbidit, dan sumber endapan berasal
dari Bukit Barisan (arah baratdaya) dan Sunda
Shield (arah timur) dan dibagian tenggara area ini, lapisan yang ekivalen
dengan MBS diendapkan oleh mekanisme arus turbidit dengan sumber material
pengendapan berasal dari Bukit Barisan (Pertamina-BEICIP, 1985).
Batupasir Baong bagian bawah terbentuk
di Selat Malaka berdekatan dengan Sunda
Shield, sebagai sumber material pengendapan. Batupasir kuarsa yang
heterogen, argillaceous, sangat halus
sampai sangat kasar, menyudut tanggung sampai membundar tanggung, terpilah
buruk sampai baik, glaukonitik, friable
serta tersementasi dengan baik. Batupasir Baong bagian bawah juga sebagai reservoir
yang potensial di Selat Malaka seperti dalam Blok NSB, batupasir MBS ditemukan
dalam sumur NSB-N1 serta menghasilkan 794 BOPD, memiliki porositas rata-rata
25% dengan maksimum porositas 35%. Ketebalan bersih mencapai 30 m (mengandung
gas 3,3 m dan zona minyak mencapai 27 m) pada interval 1.512 sampai 1.538 m,
Sumur NSB-C1 menghasilkan 2,1 dan 6,4 MMCFGPD, ditambah 43 dan 872 BOPD dari
dua lapisan pasir dalam MBS. Penemuan lain di bagian utara cekungan yakni di
sumur Duyung-1 (9,5 MMCFGPD), sumur ONS-A2 (1.386 dan 2.709 BOPD di tiga zona),
ONS-G1 (7,1 MMCFGPD). Porositas baik antara 10% – 30% dari RFT memperlihatkan,
batupasir tight, permeabilitas rendah
sebagai akibat banyaknya kandungan lempung walaupun demikian, beberapa sumur
seperti Duyung-1, JAU-1, NSB-N1, NSB-C1, Teripang-1, batupasir memperlihatkan
hasil signifikan antara 9 – 34 MMSCFGPD dengan permeabilitas antara 20 – 365
mD.
1.5.3 Penyekat
Secara regional di Cekungan Sumatera
Utara terdapat beberapa lapisan serpih penyekat yang efektif, seperti Serpih Baong,
Keutapang dan Seureula. Serpih Bampo menjadi penyekat yang efektif bagi reservoir
klastik berumur Oligosen (Formasi Parapat) dan reservoir batuan dasar. Serpih
Baong bagian bawah menjadi penyekat bagi batuan karbonat Peutu dan terbukti
sebagai penyekat efektif di Arun, Kuala-Langsa, lapangan minyak NSB, ONS-B1 dan
Salem B-1 di Ibu Horst. Serpih Baong bagian atas terbukti sebagai penyekat atas
dari cebakan struktur pada reservoir MBS baik yang terbentuk di daratan maupun
lepas pantai Cekungan Sumatera Utara. Di Kuala Langsa terbentuk kolom
hidrokarbon setebal 377 m, 305 m kolom gas di Arun dan 410 m kolom minyak dan
gas di Paluh Tabuhan Barat.
Serpih di dalam formasi terbukti sebagai
penyekat di bagian atas Formasi Keutapang dan Seureula, membentuk panjang
maksimum kolom minyak dan gas di beberapa interval, bagaimanapun juga, penyekat
ini lebih banyak ditentukan dari pelamparan tutupan vertikal daripada lebarnya
penyekat. Gambar 1.9 memperlihatkan
ilustrasi dan sari dari komponen sistem petroleum pada Cekungan Sumatera Utara.
Gambar 1.9 Peta Penyebaran %TOC di Cekungan Sumatera
Utara.
1.5.4 Migrasi dan Pengisian
Pemodelan
cekungan mengindikasikan bahwa hampir seluruh Cekungan Sumatera Utara membentuk
gas secara termal dari kitchen saat syn-rift. Berdasarkan Reeves dan
Sulaeman (1995), migrasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera utara berasal dari
tiga kitchen utama, seperti Tamiang Deep, Pase Deep dan Lhok Sukon Deep.
Gambar 1.10 mengilustrasikan
penampang seismik regional yang mengindikasikan adanya kenampakan tinggian dan
rendahan.
Gambar 1.10 Penampang seismik regional yang memotong
Cekungan Sumatera Utara dan mengindikasikan adanya kenampakan tinggian dan
rendahan
.
Data stratigrafi dan geokimia
menyarankan terdapatnya lima saluran aktif yang berbeda untuk migrasi atau
perpindahan akumulasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera Utara (Mobil North
Sumatera Team, 1995). Saluran ini adalah rekahan batuan dasar karbonat atau
batuan paparan, klastik Oligosen, Batupasir Lower Baong, Batupasir Keutapang
dan sesar bersudut besar yang memotong Serpih Baong dibagian tengah dan atas.
Di bagian utara area, jejak migrasi
nampak di sepanjang lapisan pembawa dibawah penyekat regional (Batupasir
Oligosen) dan pada sesar berskala besar, namun di bagian selatan dan tengah
area, sesar yang terbentuk saat aktivitas naiknya Barisan, memfasilitasi
bermigrasinya dan bermigrasinya kembali hidrokarbon.
Kebanyakan minyak di Cekungan Sumatera
Utara mengalami kejenuhan terbalik sebagai akibat dari migrasi fluida secara
vertikal yang kaya akan gas. Kualitas gas sangat bervariasi, kaya akan CO2
(mulai dari 5% – 6%) biasanya berasosiasi dengan reservoir Pra-Baong, gradien
geotermal tinggi dan disolusi batuan dasar karbonat.
1.5.5 Perangkap
Seperti cekungan lain di Indonesia
bagian barat, mekanisme pemerangkapan di Cekungan Sumatera Utara terdiri dari
perangkap struktur, perangkap stratigrafi dan kombinasi keduanya. Di Paparan Malaka dan di kemiringan cekungan,
perangkap terumbu build up terbentuk
sangat baik di karbonat Peutu, terutama di blok milik Exxon Mobil NSO dan Blok
Pase. Perangkap struktur juga terbentuk sangat baik sebagai roll over di batupasir Keutapang dan
antiklin dengan dip-closure yang
sederhana di MBS dan Batupasir Belumai.
Di pusat area, perangkap utamanya adalah
perangkap struktur yang terbentuk sebagai akibat dari aktifitas pengangkatan
Barisan, seperti antiklin dan flower
structure (Mobil North Sumatera Team, 1995). Perangkap yang terbentuk
berupa lipatan/antiklin, shale swell,
roll over dan drapping. Perangkap stratigrafi juga ditemukan di area ini sebagai
kipas turbidit dari MBS dan perangkap terumbu build up dari karbonat Peutu yang melampar di tinggian batuan
dasar.
1.6 KONSEP PLAY REGIONAL
Secara umum, sikuen stratigrafi di
Cekungan Sumatera Utara dapat dibagi menjadi tiga sikuen, yaitu
- Sikuen I,
Oligosen-Miosen Awal
- Sikuen II,
Miosen Tengah-Akhir
- Sikuen III,
Pliosen
Dari sikuen stratigrafi ini dapat
dikenal beberapa model play, yaitu model wedge base, wedge middle, dan wedge top.
Tipe play wedge base terdiri dari
Formasi Parapat, Formasi Bampo, Formasi Belumai, dan Formasi Peutu yang dikenal
dengan sikuen I. Play wedge middle
atau sikuen II meliputi Formasi Baong. Sikuen III terdiri dari tipe play wedge
top yaitu Formasi Keutapang dan Formasi Seurula.
1.
Play
Wedge Base Parapat
Play
Parapat menghasilkan hidrokarbon yang berasal dari batuan induk Formasi Bampo
yang matang dan telah membentuk hidrokarbon. Perangkap yang berkembang pada play ini adalah perangkap stratigrafi dan struktur
berupa perangkap kipas aluvial, pengangkatan blok (tilted blok) dan lipatan.
2. Play
Wedge Base Belumai
Formasi Belumai merupakan salah satu penghasil migas
di Cekungan Sumatera Utara. Penyebaran formasi ini cukup luas di seluruh
cekungan dan mengalami perubahan fasies, ke arah utara mengandung batuan
karbonat sedangkan ke arah selatan menjadi sedimen klastik kasar. Perangkap
yang berkembang pada play ini berupa draping, reefal buildup, dan shoal.
3. Play
Wedge Middle Baong
Formasi Baong mengalami perubahan fasies, dari utara
- selatan berubah dari batulempung menjadi batupasir. Play Batupasir Baong Tengah terdapat dibagian selatan cekungan yang
juga merupakan penghasil minyak (Lapangan Aru, Rantau), yang diinterpretasikan
sebagai endapan turbidit. Ke arah tenggara batupasir ini merupakan bagian bawah
Formasi Keutapang. Data reservoir dari beberapa sumur memperlihatkan play ini dalam bentuk lensa dengan
ketebalan lapisan pasir 50-75 m, porositas 10-25 % dan minyak yang dihasilkan
adalah parafinik dengan 45-52 0API. Perangkap yang berkembang pada
sistem play ini beupa shale swell, kipas turbidit, draping, dan perlipatan.
4. Play
Wedge Top Keutapang
Play
ini terdiri dari batupasir endapan delta dari Formasi Keutapang, dengan potensi
reservoir ynag terdiri dari lapisan tipis, menipis dengan arah
baratlaut-tenggara, sedangkan perangkap minyak yang ditemukan berupa perangkap
stratigrafi. Maksimum ketebalan Formasi Keutapang pada bagian selatan adalah 1.150 m.
perangkap pada play ini berupa perlipatan.
Gambar
1.11 dan 1.12 menjelaskan penampang skematik dari
sistem play hidrokarbon yang
berkembang pada Cekungan Sumatera Utara pada paparan Malaka secara umum. Keterangan
dari gambar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan 1.2 (Pertamina
BEICIP, 1996).
Gambar 1.11 Gambar Skematik-1 Konsep Play Cekungan Sumatera Utara.
Gambar 1.12 Gambar Skematik-2 Konsep Play Cekungan Sumatera Utara.
DAFTAR
PUSTAKA
Cameron, Nick R., Clarke, M.C.G., Aldiss, D.T., Aspden, J.A., Djunuddin, A., 1980, The
Geological Evolution of Northern Sumatera.
Daly, M.
C., Hooper, B. G. D. & Smith, D. G. 1987. Tertiary Plate Tectonics and Basin
Evolution in Indonesia,
Indonesian Pet. Assoc.,
16th Annual Convention Proceedings.
Daly, M.
C., Cooper, M. A. Wilson, I. Smith, D. G. & Hooper, B. G. D. 1991. Cenozoic
plate tectonis and basin evolution in Indonesia. Laute and Petroleum Geology,
8, 2–21.
Inpex Aceh, Ltd., 1997,
North Aceh Offshore Block-Total relinguishment report.
Kamili, Z.A., Kingstone, J., Achmad, Z.,
Abdul Wahab, Sosromihardjo, S., Crausaz, C.U., 1976, Contribution to the Pre-Baong
Stratigraphy of North Sumatera, Indonesian
Pet. Assoc., 5th Annual Convention Proceedings.
Kamili, Z.A., Naim, A.M., 1973, Stratigraphy of Lower and Middle
Miocene Sediments in North Sumatera Basin, Indonesian
Pet. Assoc., 2nd
Annual Convention Proceedings.
Kingstone,
J., 1978, Oil
and Gas Generation, Migration and Accumulation in the North Sumatera Basin, Indonesian Pet. Assoc., 7th Annual Convention Proceedings.
Mulhadiono, 1976, Depositional Study of the Lower Keutapang Sandstone
in the Aru Area, North Sumatera, Indonesian
Pet. Assoc., 5th Annual Convention Proceedings.
Mulhadiono, Sutomo, J.A., 1984, The Determination of Economic
Basement of Rock Formation in Exploring the Langkat-Medan Area, North Sumatera
Basin, Indonesian Pet. Assoc., 13th Annual Convention Proceedings.
Pertamina Directorate of Exploration &
Production., A Review of the Hydrocarbon
Geology of the North Sumatera Basin.
Pertamina Directorate of Exploration &
Production., 1992, Bid informationon the PSC tender offer Peudada Block, Aceh
Province, Indonesia.
PERTAMINA - BEICIP, 1985, Hydrocarbon Potential of Western Indonesia,
PERTAMINA.
No comments:
Post a Comment