2.1 REGIONAL
2.1.1 Geometri Cekungan
Cekungan Sibolga terletak di bagian baratlaut Pulau Sumatera,
cekungan ini merupakan bagian dari cekungan busur depan (fore-arc basin) Sumatera, menurut klasifikasi Kingston (1983).
Secara geografis Cekungan Sibolga terletak di antara 94o- 98o
Bujur Timur dan 2o – 6o Lintang Utara (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki
kecenderungan arah sebaran baratlaut-tenggara, wilayahnya sebagian besar
mencakup wilayah lepas pantai dan sebagian kecil berada di daratan (Pulau). Cekungan
ini memiliki luas sekitar 26.000 km2. Cekungan ini terisi oleh
endapan sedimen Neogen dengan ketebalan 304,8 – 4572 m yang ditutupi oleh
endapan sedimen Paleogen dan sikuen volkanik dengan ketebalan tidak diketahui
(Rose, 1983).
Batas Cekungan Sibolga diperlihatkan oleh pola kontur isopach pada cut-off 2.000 meter (Gambar 2.2).
Pola rendahan anomali gaya berat turut membatasi cekungan ini (Gambar 2.3). Batas cekungan pada trench slope break dapat dilihat pada
penampang seismik (Gambar 2.4).
Pengendapan sedimen dari continental shelf
semakin menipis ke arah trench slope
break dengan dominasi sedimen klastik halus (Beaudry dan Moore, 1996). Pada bagian selatan, cekungan ini
terpisah dari Cekungan Nias terutama oleh ketebalan sedimen yang semakin
menipis (kurang dari 2.000 meter). Hal ini dapat diperlihatkan pula oleh pola
topografi yang berupa tinggian.
Gambar 2.1 Peta
indeks Cekungan Sibolga.
Gambar 2.2 Peta isopach
dan distribusi sumur di Cekungan Sibolga (Interval kontur 500 meter).
Gambar 2.3 Peta anomali gaya berat Cekungan Sibolga
(Pusat Survei Geologi, 2000).
Gambar 2.4 Penampang seismik Cekungan Sibolga (Beaudry dan
Moore, 1985).
2.1.2 Sejarah Eksplorasi
Eksplorasi migas di Cekungan Sibolga yang pertama dilaporkan
dilakukan oleh Union Oil Company of California, yang menandatangani kontrak
area seluas 129,06 km2. Selama eksplorasi, terdapat 19 sumur
pemboran dan enam di antaranya dilakukan tes gas metana. Dari ke enam sumur
tersebut lima di antaranya diindentifikasi memiliki reservoir batugamping, dan satu
sisanya reservoir batupasir.
Survei seismik lepas pantai sepanjang 10.941 km dilakukan di
area kontrak, dengan kedalaman laut sekitar 200 m atau kurang. Survei seismik
darat dilakukan hanya di sekitar Pulau Nias dengan total survei sepanjang 138
km yang terdiri dari 86 line. Survei
geologi permukaan telah dilakukan oleh geologiawan asal Belanda yang tergabung
dalam BPM dan NPPM (van Bemmelen, 1949) selama akhir 1930-an dan awal 1940-an; Union
Oil Company pada awal 1970-an dan Joint Cornell-Indonesian National Institute
of Geology and Mining Surveys sepanjang pertengahan 1970-an (Rose, 1983).
2.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Cekungan
Sibolga merupakan bagian dari jalur penunjaman Sunda dan Sesar Sumatera dipotong oleh beberapa sesar
besar seperti Sesar Batee dan Sesar Mentawai. Struktur geologi yang berkembang
pada cekungan ini banyak dipengaruhi oleh struktur-struktur besar tersebut.
Gambar 2.5 Tatanan tektonik Cekungan Sibolga (Rose,
1983).
Jalur subduksi Sumatera merupakan sistem subduksi Sunda yang
memanjang dari Pulau Sumba hingga ke bagian timur dari Burma pada bagian
utaranya. Kecepatan pergerakan lempeng ini bervariasi antara 7,8 cm/thn di
daerah Sumbawa, hingga 6 cm/thn di sekitar Pulau Andaman. Busur Sumatera
memiliki bentuk morfologi klasik yang terdiri dari palung, prisma akresi, outer arc ridge, fore-arc, dan jalur volkanik andesitik. Cekungan Sibolga merupakan
bagian dari cekungan busur depan yang dibatasi oleh outer arc ridge.
2.3 STRATIGRAFI
REGIONAL
Batuan
sedimen di Cekungan Sibolga terbagi atas dua unit utama yakni batuan Pra-Neogen
dan Neogen, yang di antaranya dipisahkan oleh ketidakselarasan bersudut.
Sedimen Neogen tersusun atas batuan sedimen klastik dan karbonat, yang terbagi
lagi menjadi 4 sikuen pengendapan yakni Pra-Neogen, Miosen Awal – Miosen Tengah,
Miosen Akhir – Pliosen dan Pleistosen – Resen. Pembagian sikuen pengendapan
tersebut diidentifikasi berdasarkan karakter seismik (Beaudry dan Moore, 1985).
Gambar 2.6 Penampang Seismik NE-SW cekungan Sibolga yang
menunjukan batas Prograding Pliosen (Rose, 1983).
Stratigrafi
umum cekungan Sibolga telah di susun oleh Rose (1983) dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Stratigrafi umum
Cekungan Sibolga (Rose, 1983).
Tiga
siklus tektonik penting diidentifikasi pada Cekungan Sibolga, yakni orogenik
Paleogen, subsidence Neogen,
peristiwa tektonik pada Tersier Akhir (Beaudry dan Moore, 1985).
Peristiwa-peristiwa tektonik tersebut diikuti oleh tiga siklus sedimentasi
transgresi-regresi utama yang berkaitan dengan perubahan muka laut.
Orogenik
Paleogen mengakibatkan batuan-batuan Paleogen (Sikuen 1) serta batuan-batuan
metasedimen dan metamorfik yang lebih tua terlipat, terangkat dan tererosi di
permukaan. Peristiwa orogenik ini bersamaan dengan penurunan muka air laut (lowstand) global yang terjadi pada
Oligosen (Gambar 2.6).
Subsidence Neogen dicirikan oleh
penurunan cekungan dan sedimentasi yang hampir menerus. Suatu sedimentasi basal
di atas ketidakselarasan pada akhir Oligosen menandai dimulainya pengendapan
sikuen transgresi (Sikuen 2). Perselingan sikuen batugamping dan serpih
mendominasi endapan-endapan sikuen transgresi tersebut yang berakhir pada akhir
Miosen (Gambar 2.8 dan 2.9).
Gambar 2.8 Penampang stratigrafi dari enam sumur
pemboran Cekungan Sibolga bagian utara
(Rose, 1983).
Gambar 2.9 Penampang stratigrafi dari tiga sumur
pemboran Cekungan Sibolga bagian utara
(Rose, 1983).
Gambar 2.10 Penampang stratigrafi dari empat sumur
pemboran Cekungan Sibolga bagian selatan (Rose, 1983).
Pada
Miosen Akhir - Pliosen Awal mulai diendapkan suatu sikuen regresi, yang diawali
oleh sedimentasi endapan-endapan highstand
(Sikuen 3) berupa lempung, lanau, dan pasir yang berasal dari daratan Sumatera.
Sedimen-sedimen darat tersebut terendapkan dalam sistem delta pada paparan. Selama
fase highstand atau stillstand tersebut, tekukan lereng
paparan bergeser ke arah darat karena akresi dan agradasi lateral yang terjadi.
Fluktuasi perubahan muka air laut yang cepat mengakibatkan terjadinya erosi
yang intensif, sehingga sebagian batas Pleistosen - Pliosen merupakan batas
bidang erosi. Naiknya muka air laut ini diikuti oleh pengendapan Sikuen 4 yang
melampar ke seluruh cekungan (Gambar 2.10).
2.4 SISTEM
PETROLEUM
2.4.1 Batuan Induk
Batuan
induk pada Cekungan Sibolga diperkirakan berupa endapan-endapan sedimen berumur
Oligosen yang diendapkan dalam lingkungan marginal
(Beaudry dan Moore, 1985). Hasil analisis geokimia pada sejumlah conto batuan
singkapan yang berumur Miosen dan Oligosen dari Pulau Nias menunjukkan bahwa
kandungan bahan organik batuan induk tersebut cukup baik namun miskin hidrogen
atau cenderung menghasilkan gas (gas prone).
Batuan induk yang berumur Miosen (Miosen Tengah dan Akhir) menunjukkan tingkat
kematangan yang belum matang (immature),
sedangkan batuan yang berumur Oligosen kelewat matang (overmature). Namun demikian, tingkat kematangan batuan Oligosen
yang kelewat matang ini hanya bersifat lokal dan secara umum diperkirakan
batuan induk yang berumur Oligosen tersebut masih dalam tingkat matang (mature).
Cekungan
Sibolga, seperti halnya cekungan busur depan pada umumnya, merupakan cekungan
yang dingin dengan gradien geotermal lebih kecil sampai sama dengan rata-rata. Hal
ini mempengaruhi proses pematangan batuan induk yang ada. Oleh karena gradien
geotermal atau aliran bahang yang rendah, maka panas yang diterima oleh batuan
juga sedikit sehingga batuan induk yang berumur Miosen pada cekungan ini
umumnya belum mencapai tingkat matang bagi pembentukan minyak bumi walaupun
mungkin saja dapat terjadi pada sedimen yang terpendam cukup dalam.
2.4.2 Reservoir
Batugamping
dan batupasir merupakan batuan reservoir yang potensial di cekungan ini. Dalam
kegiatan pemboran oleh Union Oil ditemukan adanya akumulasi gas pada Cekungan Sibolga
(Rose, 1983). Dari enam lokasi akumulasi gas tersebut, lima di antaranya
dijumpai pada reservoir
batugamping dan satu pada reservoir batupasir. Berdasarkan hasil pemboran
tersebut, batugamping yang berumur Miosen Tengah diinterpretasikan sebagai
batuan reservoir utama pada cekungan ini.
2.4.3 Perangkap
Perangkap
hidrokarbon pada Cekungan Sibolga dapat berupa perangkap struktur atau
stratigrafi. Perangkap-perangkap struktur yang ada terbentuk oleh pergerakan
sesar-sesar utama (terutama Sesar Batee) dan diapir serpih (Rose, 1983).
Perangkap stratigrafi dimungkinkan dengan adanya batugamping terumbu (reef) dan batugamping build up yang menjari dengan serpih.
Hidrokarbon
yang terbentuk pada batuan induk bermigrasi ke atas (up dip) melalui sesar-sesar maupun bidang-bidang perlapisan ke build up karbonat dan endapan progradasi
yang tertutup oleh serpih dan serpih gampingan serta endapan-endapan turbidit
ketika cekungan mengalami penurunan.
2.4.4 Batuan Penyekat
Batuan
penyekat (seal) pada cekungan ini
memiliki penyebaran yang cukup luas, yang tersusun atas endapan-endapan serpih
pada sikuen transgresi yang menutupi endapan batugamping dan batupasir di
bawahnya.
2.5 KONSEP PLAY REGIONAL
Sikuen
pengendapan Tersier pada Cekungan Sibolga terbagi menjadi beberapa tipe play. Play ini bersifat konseptual karena belum adanya penemuan di daerah
penelitian.
Play tersebut terbagi atas play Eosen - Oligosen, Miosen dan Miosen
Akhir - Pliosen.
·
Eosen - Oligosen
Endapan non-marin dan laut dangkal Sikuen 1
(Pre-Neogen) yang berupa wedge base play.
·
Miosen
Batugamping dan serpih dari Sikuen
2b, berupa wedge middle play. Play ini memiliki potensi hidrokarbon
yang baik.
·
Miosen Akhir -Pliosen
Berupa endapan-endapan delta dan batugamping
dari Sikuen 3 berupa wedge top play.
DAFTAR PUSTAKA
Beaudry, D., dan Moore, G.F.,
1985, Seismic Stratigraphy and Cenozoic Evolution of West Sumatra Fore-arc
Basin, AAPG Bul. Vol. 69/5, Tulsa
Oklahoma, hal.426-437.
Rose, R.,1983, Miocene
Carbonate Rocks of Sibolga Basin, Northwest Sumatra, Indonesian Pet. Assoc., 12th Annual Convention Proceedings,
hal.107-125.