Wednesday, June 28, 2017

Cekungan Sibolga #2


2.1  REGIONAL

2.1.1 Geometri Cekungan

Cekungan Sibolga terletak di bagian baratlaut Pulau Sumatera, cekungan ini merupakan bagian dari cekungan busur depan (fore-arc basin) Sumatera, menurut klasifikasi Kingston (1983). Secara geografis Cekungan Sibolga terletak di antara 94o- 98o Bujur Timur dan 2o – 6o Lintang Utara (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki kecenderungan arah sebaran baratlaut-tenggara, wilayahnya sebagian besar mencakup wilayah lepas pantai dan sebagian kecil berada di daratan (Pulau). Cekungan ini memiliki luas sekitar 26.000 km2. Cekungan ini terisi oleh endapan sedimen Neogen dengan ketebalan 304,8 – 4572 m yang ditutupi oleh endapan sedimen Paleogen dan sikuen volkanik dengan ketebalan tidak diketahui (Rose, 1983).


Batas Cekungan Sibolga diperlihatkan oleh pola kontur isopach pada cut-off 2.000 meter (Gambar 2.2). Pola rendahan anomali gaya berat turut membatasi cekungan ini (Gambar 2.3). Batas cekungan pada trench slope break dapat dilihat pada penampang seismik (Gambar 2.4). Pengendapan sedimen dari continental shelf semakin menipis ke arah trench slope break dengan dominasi sedimen klastik halus (Beaudry dan Moore, 1996). Pada bagian selatan, cekungan ini terpisah dari Cekungan Nias terutama oleh ketebalan sedimen yang semakin menipis (kurang dari 2.000 meter). Hal ini dapat diperlihatkan pula oleh pola topografi yang berupa tinggian.
Gambar  2.1 Peta indeks Cekungan Sibolga.
Gambar  2.2 Peta isopach dan distribusi sumur di Cekungan Sibolga (Interval kontur 500 meter).
Gambar  2.3 Peta anomali gaya berat Cekungan Sibolga (Pusat Survei Geologi, 2000).
Gambar  2.4 Penampang seismik Cekungan Sibolga (Beaudry dan Moore, 1985).

2.1.2 Sejarah Eksplorasi

Eksplorasi migas di Cekungan Sibolga yang pertama dilaporkan dilakukan oleh Union Oil Company of California, yang menandatangani kontrak area seluas 129,06 km2. Selama eksplorasi, terdapat 19 sumur pemboran dan enam di antaranya dilakukan tes gas metana. Dari ke enam sumur tersebut lima di antaranya diindentifikasi memiliki reservoir batugamping, dan satu sisanya reservoir batupasir.

Survei seismik lepas pantai sepanjang 10.941 km dilakukan di area kontrak, dengan kedalaman laut sekitar 200 m atau kurang. Survei seismik darat dilakukan hanya di sekitar Pulau Nias dengan total survei sepanjang 138 km yang terdiri dari 86 line. Survei geologi permukaan telah dilakukan oleh geologiawan asal Belanda yang tergabung dalam BPM dan NPPM (van Bemmelen, 1949) selama akhir 1930-an dan awal 1940-an; Union Oil Company pada awal 1970-an dan Joint Cornell-Indonesian National Institute of Geology and Mining Surveys sepanjang pertengahan 1970-an (Rose, 1983).

2.2   TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Cekungan Sibolga merupakan bagian dari jalur penunjaman Sunda dan  Sesar Sumatera dipotong oleh beberapa sesar besar seperti Sesar Batee dan Sesar Mentawai. Struktur geologi yang berkembang pada cekungan ini banyak dipengaruhi oleh struktur-struktur besar tersebut.
Gambar  2.5 Tatanan tektonik Cekungan Sibolga (Rose, 1983).
Jalur subduksi Sumatera merupakan sistem subduksi Sunda yang memanjang dari Pulau Sumba hingga ke bagian timur dari Burma pada bagian utaranya. Kecepatan pergerakan lempeng ini bervariasi antara 7,8 cm/thn di daerah Sumbawa, hingga 6 cm/thn di sekitar Pulau Andaman. Busur Sumatera memiliki bentuk morfologi klasik yang terdiri dari palung, prisma akresi, outer arc ridge, fore-arc, dan jalur volkanik andesitik. Cekungan Sibolga merupakan bagian dari cekungan busur depan yang dibatasi oleh outer arc ridge.

2.3    STRATIGRAFI REGIONAL

Batuan sedimen di Cekungan Sibolga terbagi atas dua unit utama yakni batuan Pra-Neogen dan Neogen, yang di antaranya dipisahkan oleh ketidakselarasan bersudut. Sedimen Neogen tersusun atas batuan sedimen klastik dan karbonat, yang terbagi lagi menjadi 4 sikuen pengendapan yakni Pra-Neogen, Miosen Awal – Miosen Tengah, Miosen Akhir – Pliosen dan Pleistosen – Resen. Pembagian sikuen pengendapan tersebut diidentifikasi berdasarkan karakter seismik (Beaudry dan Moore, 1985).
Gambar  2.6 Penampang Seismik NE-SW cekungan Sibolga yang menunjukan batas Prograding Pliosen (Rose, 1983).

Stratigrafi umum cekungan Sibolga telah di susun oleh Rose (1983) dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar  2.7 Stratigrafi umum Cekungan Sibolga (Rose, 1983).

Tiga siklus tektonik penting diidentifikasi pada Cekungan Sibolga, yakni orogenik Paleogen, subsidence Neogen, peristiwa tektonik pada Tersier Akhir (Beaudry dan Moore, 1985). Peristiwa-peristiwa tektonik tersebut diikuti oleh tiga siklus sedimentasi transgresi-regresi utama yang berkaitan dengan perubahan muka laut.

Orogenik Paleogen mengakibatkan batuan-batuan Paleogen (Sikuen 1) serta batuan-batuan metasedimen dan metamorfik yang lebih tua terlipat, terangkat dan tererosi di permukaan. Peristiwa orogenik ini bersamaan dengan penurunan muka air laut (lowstand) global yang terjadi pada Oligosen (Gambar 2.6).

Subsidence Neogen dicirikan oleh penurunan cekungan dan sedimentasi yang hampir menerus. Suatu sedimentasi basal di atas ketidakselarasan pada akhir Oligosen menandai dimulainya pengendapan sikuen transgresi (Sikuen 2). Perselingan sikuen batugamping dan serpih mendominasi endapan-endapan sikuen transgresi tersebut yang berakhir pada akhir Miosen (Gambar 2.8 dan 2.9).

Gambar  2.8 Penampang stratigrafi dari enam sumur pemboran Cekungan Sibolga bagian utara
(Rose, 1983).

Gambar  2.9 Penampang stratigrafi dari tiga sumur pemboran Cekungan Sibolga bagian utara
(Rose, 1983).
Gambar  2.10 Penampang stratigrafi dari empat sumur pemboran Cekungan Sibolga bagian selatan (Rose, 1983).
Pada Miosen Akhir - Pliosen Awal mulai diendapkan suatu sikuen regresi, yang diawali oleh sedimentasi endapan-endapan highstand (Sikuen 3) berupa lempung, lanau, dan pasir yang berasal dari daratan Sumatera. Sedimen-sedimen darat tersebut terendapkan dalam sistem delta pada paparan. Selama fase highstand atau stillstand tersebut, tekukan lereng paparan bergeser ke arah darat karena akresi dan agradasi lateral yang terjadi. Fluktuasi perubahan muka air laut yang cepat mengakibatkan terjadinya erosi yang intensif, sehingga sebagian batas Pleistosen - Pliosen merupakan batas bidang erosi. Naiknya muka air laut ini diikuti oleh pengendapan Sikuen 4 yang melampar ke seluruh cekungan (Gambar 2.10).

2.4      SISTEM PETROLEUM

2.4.1 Batuan Induk
Batuan induk pada Cekungan Sibolga diperkirakan berupa endapan-endapan sedimen berumur Oligosen yang diendapkan dalam lingkungan marginal (Beaudry dan Moore, 1985). Hasil analisis geokimia pada sejumlah conto batuan singkapan yang berumur Miosen dan Oligosen dari Pulau Nias menunjukkan bahwa kandungan bahan organik batuan induk tersebut cukup baik namun miskin hidrogen atau cenderung menghasilkan gas (gas prone). Batuan induk yang berumur Miosen (Miosen Tengah dan Akhir) menunjukkan tingkat kematangan yang belum matang (immature), sedangkan batuan yang berumur Oligosen kelewat matang (overmature). Namun demikian, tingkat kematangan batuan Oligosen yang kelewat matang ini hanya bersifat lokal dan secara umum diperkirakan batuan induk yang berumur Oligosen tersebut masih dalam tingkat matang (mature).

Cekungan Sibolga, seperti halnya cekungan busur depan pada umumnya, merupakan cekungan yang dingin dengan gradien geotermal lebih kecil sampai sama dengan rata-rata. Hal ini mempengaruhi proses pematangan batuan induk yang ada. Oleh karena gradien geotermal atau aliran bahang yang rendah, maka panas yang diterima oleh batuan juga sedikit sehingga batuan induk yang berumur Miosen pada cekungan ini umumnya belum mencapai tingkat matang bagi pembentukan minyak bumi walaupun mungkin saja dapat terjadi pada sedimen yang terpendam cukup dalam.

2.4.2 Reservoir
Batugamping dan batupasir merupakan batuan reservoir yang potensial di cekungan ini. Dalam kegiatan pemboran oleh Union Oil ditemukan adanya akumulasi gas pada Cekungan Sibolga (Rose, 1983). Dari enam lokasi akumulasi gas tersebut, lima di antaranya dijumpai pada reservoir batugamping dan satu pada reservoir batupasir. Berdasarkan hasil pemboran tersebut, batugamping yang berumur Miosen Tengah diinterpretasikan sebagai batuan reservoir utama pada cekungan ini.

2.4.3 Perangkap
Perangkap hidrokarbon pada Cekungan Sibolga dapat berupa perangkap struktur atau stratigrafi. Perangkap-perangkap struktur yang ada terbentuk oleh pergerakan sesar-sesar utama (terutama Sesar Batee) dan diapir serpih (Rose, 1983). Perangkap stratigrafi dimungkinkan dengan adanya batugamping terumbu (reef) dan batugamping build up yang menjari dengan serpih.

Hidrokarbon yang terbentuk pada batuan induk bermigrasi ke atas (up dip) melalui sesar-sesar maupun bidang-bidang perlapisan ke build up karbonat dan endapan progradasi yang tertutup oleh serpih dan serpih gampingan serta endapan-endapan turbidit ketika cekungan mengalami penurunan.

2.4.4 Batuan Penyekat
Batuan penyekat (seal) pada cekungan ini memiliki penyebaran yang cukup luas, yang tersusun atas endapan-endapan serpih pada sikuen transgresi yang menutupi endapan batugamping dan batupasir di bawahnya.

2.5 KONSEP PLAY REGIONAL
Sikuen pengendapan Tersier pada Cekungan Sibolga terbagi menjadi beberapa tipe play. Play ini bersifat konseptual karena belum adanya penemuan di daerah penelitian.
Play tersebut terbagi atas play Eosen - Oligosen, Miosen dan Miosen Akhir - Pliosen.
·           Eosen - Oligosen
Endapan  non-marin dan laut dangkal Sikuen 1 (Pre-Neogen) yang berupa wedge base play.
·           Miosen
Batugamping dan serpih dari Sikuen 2b, berupa wedge middle play. Play ini memiliki potensi hidrokarbon yang baik.
·           Miosen Akhir -Pliosen
Berupa endapan-endapan delta dan batugamping dari Sikuen 3 berupa wedge top play.


DAFTAR PUSTAKA
Beaudry, D., dan Moore, G.F., 1985, Seismic Stratigraphy and Cenozoic Evolution of West Sumatra Fore-arc Basin, AAPG Bul. Vol. 69/5, Tulsa Oklahoma, hal.426-437.
Rose, R.,1983, Miocene Carbonate Rocks of Sibolga Basin, Northwest Sumatra, Indonesian Pet. Assoc., 12th Annual Convention Proceedings, hal.107-125.

Friday, June 23, 2017

Cekungan Sumatera Utara #1

1.1       REGIONAL

1.1.1        Geometri Cekungan

Cekungan Sumatera Utara merupakan salah satu rangkaian cekungan sedimen di Sumatera yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera. Cekungan Sumatera Utara merupakan cekungan busur belakang yang termasuk ke dalam wilayah tektonik Sunda. Geometri cekungan ini mempunyai arah baratlaut-tenggara dengan luas sekitar 88.220 km2 menempati daratan 22.370 km2 dan lautan 65.850 km2. Secara geografis Cekungan Sumatera Utara terletak pada 94,80-99,40 BT dan 2,70-7,50 LU (Gambar 1.1). Cekungan Sumatera Utara dideliniasi oleh gabungan data meliputi peta sebaran anomali gaya berat yang menunjukkan kisaran nilai antara (-) 125 – 50 mgals atau low gravity (Gambar 1.2), peta ketebalan dengan batas cut-off sedimen bernilai 1.000 m, peta sebaran tinggian batuan dasar, peta batimetri, peta topografi, dan melihat konfigurasi/geometri sedimen dari penampang seismik yang menunjukan suatu cekungan yang dibatasi oleh suatu tinggian. Secara umum Cekungan Sumatera Utara di arah baratdaya berbatasan dengan Pegunungan Bukit Barisan yang terangkat pada Miosen Tengah, pada bagian tenggara berbatasan dengan Busur Asahan, sedangkan pada bagian timurlaut berbatasan dengan Semenanjung Malaysia, dan pada bagian utara cekungan ini terbuka ke arah Laut Andaman.
Gambar 1.1 Peta Lokasi Cekungan Sumatera Utara

Gambar 1.2 Peta sebaran anomali gaya berat Cekungan Sumatera Utara.

1.1.2       Sejarah Eksplorasi dan Produksi

Aktivitas eksplorasi dimulai pada tahun 1885 dengan dijumpainya Lapangan Telaga Said oleh Perusahaan Royal Dutch, kemudian Lapangan Darat (1899), Lapangan Perlak (1900), Lapangan Serang Jaya (1926), Lapangan Pulau Panjang (1928), Lapangan Rantau (1929), Lapangan Gebang (1936) dan Lapangan Palu Tabuhan (1937). Semua lapangan menghasilkan minyak dari Batupasir Keutapang dan Baong, dengan produksi kumulatif 344 MMBO, dan 347 MMBO dan 152 BCF gas. Selama zaman Jepang (1942 – 1945) semua aktivitas eksplorasi di Sumatera Utara dihentikan. Kemudian setelah 1945 berdiri Perusahaan Tambang Minyak Negara dan melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia. Pada awal era PSC (Production Sharing Contract) tahun 1961, Asamera dan Pertamina mengeksplorasi Aceh Timur, mencakup daerah seluas 3.740 km2 dan berhasil menemukan beberapa lapangan minyak kecil dalam blok. Penemuan lapangan minyak dan gas terbesar oleh Mobil Oil Company tahun 1971 (17 TCF) gas.

Cekungan Sumatera Utara lepas pantai (Blok Langsa) pertama kali di eksplorasi oleh Japex, pada tahun 1969, empat sumur berhasil dibor (ONS-A1, ONS-A2, ONS-A3 dan ONS-A4) pada struktur antiklin besar (Gurami) sekitar garis pantai dan mendapatkan hidrokarbon sub-komersial dalam batupasir Formasi Baong dan karbonat Peutu. Kemudian Japex membor 2 sumur (ONS-B1 dan ONS-B2) di Horst Ibu, gas ditemukan di ONS-B1 di batuan dasar. Pada tahun 1971 ditemukan Lapangan Arun yang sangat besar, hanya 40 km sebelah barat batas timurlaut blok yang diinginkan. Gulf melanjutkan usaha Japex mengebor ONS-C1X (1971) dan ONS- A5 (1972). Pengeboran pertama tidak menghasilkan seperti di Baong, dan ditinggalkan, daerah Peutu yang berada langsung diatas batuan dasar memiliki gas non-komersial. Pada 1968 Mobil mengeksplorasi Blok NSO yang berkonsentrasi pada Batugamping Peutu/Malaka sebagai sasaran utama dan Batupasir Baong. Eksplorasi Mobil berhasil di Blok NSO, dan mendapat beberapa lapangan gas (Lapangan NSB). Tahun 1980 Inpex masuk ke daerah lepas pantai Aceh dan mengebor lima sumur, tetapi hanya satu sumur yang menghasilkan gas yang cukup ekonomis (Sumur JAU-1). Inpex mengembalikan blok ini di tahun 1996 karena merasa tidak sukses.

North Sumatera Oil memperoleh Blok Langsa yang sangat luas, sampai lepas pantai Cekungan Sumatera Tengah. Mereka membuat sumur ketiga di Horst Ibu (NSO-2N, 1975), dan mendapatkan minor gas pay pada Batupasir Seureula yang dangkal, tetapi karbonat yang dituju tidak berkembang dan padat. Bagian utara blok dikembalikan dan diambil oleh Aquitaine yang mengebor Sumur Peureulak-1 untuk mengetahui klastik yang dangkal, tetapi kemudian tidak berhasil menemukan cadangan yang ekonomis.
Caltex menandatangani PSC Blok Langsa pada tahun 1981, dan tidak seperti yang sebelumnya, selain pemboran, survei seismik, gravity dan magnetik juga dilakukan. Caltex melakukan lima pemboran, namun tidak sukses dan meninggalkannya 1986 dengan kerugian US$ 81 juta.
TCR dan Pertamina membuat perjanjian studi bersama (JSA) pada 11 November 1989. TCR mundur karena tidak dapat mendanai dan akhirnya pada bulan Januari 1991, Shell melanjutkan usaha TCR. Shell mendanai dua pemboran, yaitu Tamiang-1 dan Rajamuda-1 namun keduanya tidak sukses. Awal 1992, Asamera mengebor Karbonat Kuala Langsa dan mendapatkan akumulasi gas yang besar.
Formasi Baong di Cekungan Sumatera Utara adalah reservoir yang kaya sejak lama, lapangan Telaga Said, lapangan Darat, lapangan Besitang, lapangan Palu Tabuhan dan Securai, yang sampai 1986 akumulasi produksinya 38 MMBO dan 116 BCF. Batupasir Baong juga merupakan reservoir potensial pada beberapa sumur lepas-pantai di cekungan Sumatera Utara, seperti NSB-C1, NSB-H1, NSB-N1, NSB-U1 (Mobil NSO Bock), Teripang-1, Duyung-1 (Caltex Langsa Block) dan JAU-1 (Inpex Lepas Pantai Aceh Utara). Sedimentasi Tersier pada Cekungan Sumatera Utara diendapkan pada batuan dasar yang berumur Pra-Tersier dengan ketebalan sedimennya antara 1.000 - 4.500 m dan kedalaman cekungan 0-4.500 m (Gambar 1.3). 
Gambar 1.3 Peta ketebalan sedimen dan lokasi sumur Cekungan Sumatera Utara.

1.2       TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Aktivitas tektonik Cekungan Sumatera Utara dibedakan antara Pra-Miosen dan Miosen hingga Pasca-Miosen. Pola struktur berarah utara - selatan terutama dihasilkan oleh tektonik Pra-Miosen (Mulhadiono dan Sutomo, 1984). Pola struktur Miosen - Pasca-Miosen arah utamanya adalah baratlaut - tenggara. Orientasi struktur tersebut berkaitan dengan pengangkatan Bukit Barisan. Pola sesar berarah utara - selatan (pola Pra-Tersier) dan arah baratlaut - tenggara maupun timurlaut - baratdaya merupakan reaktivasi sesar Plio-Pleistosen sejak Miosen Tengah.

Evolusi tektonik Tersier Sumatera terbentuk sebagai akibat subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah Kraton Sunda secara oblik sepanjang baratdaya pulau Sumatera. Gerak lempeng samudra Indo-Australia ke bawah lempeng kontinental Eurasia berlangsung sejak Oligosen Akhir (Daly dkk., 1987, 1991, Pulunggono dan Cameron, 1984).

Cekungan Sumatera Utara adalah salah satu dari tiga cekungan busur belakang yang terbentuk selama Tersier (Oligosen Awal), pada lempeng Eurasia atau Paparan Sunda (Sastromihardjo, 1988). Tektonik ekstensional mendominasi sejarah Cekungan Sumatera di awal Tersier dan membentuk struktur tinggian dan rendahan, membentuk perangkap dan tempat tumbuhnya terumbu sebagai daerah kitchen. Tektonik kedua adalah kompresional yang juga membentuk perangkap sebagai struktur inversi. Menurut Reed (1995), evolusi Tersier cekungan Sumatera Utara dapat dibagi dalam tujuh tahap:
·         Pre-rift (sebelumnya – Eosen Akhir/Oligosen Awal) periode ini mencakup seluruh peristiwa geologi sebelum sampai rifting Tersier terjadi.
·         Early-Rift (Oligosen Awal) proses rifting dimulai dan sedimen klastik kontinental dominan dengan sumber dari timurlaut dan timur.
·         Middle-Rift (Oligosen Akhir – Miosen Awal) proses rifting masih berlangsung dan sedimentasi bercampur antara laut dan non laut saat laut mulai menggenangi daerah itu.
·         Late Rift (Miosen Awal - Basal N7) rifting menjadi tertutup dan thermal uplift menghasilkan post-rift ketidakselarasan regional. Sedimentasi klastik laut dominan.
·         Early Sag (Miosen Awal - Tengah N7 & N8) terjadi transgresi regional akibat periode tenangnya tektonik. Karbonat berkembang pada struktur tinggian yang sudah terbentuk dan seluruh wilayah mulai perlahan menurun akibat termal.
·         Sag/Tilt (Miosen Tengah N9 - N12) penurunan termal berlanjut sedangkan laut agak regresi, disertai pengangkatan cekungan ke arah baratdaya. Pengendapan karbonat berhenti dan digantikan sedimen klastik.
·         Late Sag (Miosen Tengah - Sekarang, N13 - Resen) awal kompresi regional dan pengangkatan di selatan, penurunan termal digantikan tektonik, penurunan dan transgresi laut dengan sumber sedimen bergeser dari timurlaut ke selatan.
Gambar 1.4 Elemen-elemen Tektonik Sumatra Utara (Pertamina-Beicip, 1992).

Unit-unit struktur Cekungan Sumatera Utara dari timur ke barat dapat dipisahkan sebagai berikut (Gambar 1.4), dengan dibagi menjadi tiga arah utama:

1.   Tatanan struktur utara - timur, mencerminkan Sub-cekungan Aceh, bagian selatan Arun High, dan beberapa Yang Besar High.
2.   Tatanan struktur baratlaut-utara, dicerminkan oleh Arun High, bagian Utara Tamiang Deep, dan beberapa bagian tinggian dan deep di selatan Yang Besar High.
3.   Tatanan struktur timurlaut, tercermin di bagian selatan Yang Besar High.
  • Paparan Malaka: berkembang sepanjang batas Indonesia – Malaysia di selat Malaka, melampar dengan tinggian batuan dasar Busur Asahan di arah selatan yang sangat dangkal, orientasinya Utara – Selatan memisahkan Cekungan Sumatera Utara dengan Sumatera Tengah. Daerah paparan yang luas  dan dangkal ini miring ke arah barat, melampar ke Kraton Sunda dengan ketebalan sedimen 599,85– 2.500 m dari Batas Malaysia ke pinggir barat.
  • Basin Slope: merupakan daerah yang kompleks, daerah transisi dari paparan Malaka (di timur) ke daerah basinal (Lhok Sukon dan Tamiang, kesebelah barat). Setengah dari Cekungan Sumatera Utara lereng paparannya curam, berhubungan dengan rekahan yang miring ke barat. Sedangkan setengah bagian selatan lebih luas dan terdiri dari sederetan imbrikasi horst dan graben berarah utara – selatan. Horst, dari timur ke barat adalah Glagah, Pakol atau Pusung, Yang Besar, Ibu atau Salem. Lebih jauh ke selatan di daerah darat, lereng cekungan dipengaruhi oleh Bukit Barisan yang berarah baratlaut – tenggara.
  • Tamiang dan Lhok Sukon Deep: lokasi ini bersama dengan Jawa Deep sedimen Tersiernya di sumbu sub-cekungan Lhok Sukon mempunyai ketebalan lebih dari 9.000 m. Orientasinya utara-baratlaut, agak merencong dan dipisahkan oleh Alur Siwah High, merupakan daerah yang sangat tersesarkan berarah utara – selatan dan utara-baratlaut – selatan-tenggara. Seluruh kedalaman merupakan tempat pembentukan hidrokarbon dan diduga juga sebagai kitchen minyak dan gas untuk lapangan-lapangan di Cekungan Sumatera Utara.
  • Lhok Sukon, Arun dan Peusangan High: tinggian batuan dasar berada di batas bagian barat dan selatan Lhok Sukon Deep. Daerah yang orientasinya utara – selatan sampai hampir baratlaut-tenggara tetap positif, sebagai relief purba, sepanjang Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Kemudian menjadi paparan dangkal dan tempat berkembang batugamping terumbu dan pengendapan karbonat, dibatasi oleh sesar normal dan reverse.
  • Jawa Deep: terbentuk dari beberapa rendahan di barat dan tinggian berarah baratlaut, dimana ketebalan sedimennya mencapai 8.000 m, dan tinggian batuan dasar utara selatan yang terisolasi dan menunjam ke selatan. Konfigurasi unit struktur di darat bagian selatan tidak banyak diketahui karena kompleksnya daerah ini. Jawa Deep dan Lhok Sukon Deep menyatu ke utara dan terbuka ke arah Laut Andaman di utara.
  • Sigli High dan Mergui Ridge: Cekungan Sumatera Utara dibatasi oleh kedua bentuk positif ini di sebelah barat. Mergui Ridge adalah tinggian batuan dasar utara – selatan, lepas pantai dan ditutupi oleh lapisan tipis sedimen tersier. Sedangkan Sigli High adalah kemenerusannya di darat.
1.3      STRATIGRAFI REGIONAL
Gambar 1.5 Litostratigrafi Sumatera Utara (Kamioli dan Naim, 1973, Mulhadiono, 1975, Cameron dkk., 1980).
Ringkasan litostratigrafi Cekungan Sumatera Utara telah banyak dibahas contohnya oleh Kamioli dan Naim, 1973, Mulhadiono, 1975, Cameron dkk., 1980. Berikut deskripsi urutan litostratigrafinya dari yang tertua sampai muda sebagai berikut (Gambar 1.5):

1.3.1        Pra– Tersier

 Batuan Pra-Tersier di daerah darat umumnya terdiri dari batugamping, dolomit dan batupasir yang diendapkan pada lingkungan pantai sampai laut dangkal. Batuannya menyerupai Lempeng Mikro Mergui, bagian dari regional Dataran Sunda (Pulunggono dan Cameron, 1984). Distribusi lempeng mikro di Sumatera dan Semenanjung Malaysia dapat terlihat pada daratan, dijumpai batuan metamorf dan intrusi granit dan granodiorit. Peta struktur batuan dasar Sumatera Utara memperlihatkan bahwa cekungannya tidak simetris, lereng barat dayanya lebih curam (Gambar 1.6).
Gambar 1.6 Peta Struktur Batuandasar Regional Cekungan Sumatera Utara (Sumber Daya Bumi, 1992).
Studi mengenai batuan dasar Pra-Tersier di bagian selatan Sumatera utara menunjukkan bahwa batuan Pra-Tersier mempunyai potensial reservoir terbatas (Mulhadiono dan Sutomo, 1984), bagaimanapun juga potensial reservoir batuan dasar di daerah ini belum pernah dipelajari.

1.3.2      Tersier

  1.3.2.1        Formasi Tampur/Meucampli – Eosen Akhir –Oligosen Awal
 Formasi Tampur terdiri dari sebagian bioklastik dan biokalsilutit masif. Dalam formasi ini dijumpai juga nodul rijang, batugamping basal konglomertik dan dolomitik. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan sub-litoral - laut terbuka sepanjang Eosen Akhir sampai Oligosen Awal.
 Formasi Meucampli terdiri dari terutama sedimen klastik, batugamping dan di beberapa tempat material volkanik, diendapkan pada kondisi paralik (Cameron dkk., 1980), selama Eosen sampai Oligosen Awal.
1.3.2.2       Formasi Parapat – Oligosen Awal
 Pada awal sedimentasi dalam rift basin Tersier ditandai dengan pengendapan konglomerat, batupasir dan setempat-setempat lanau dan batubara dari Formasi Parapat. Semennya terendapkan selama transgresi dilingkungan fluvio-litoral. Ketebalan dan penyebaran formasi ini dikontrol oleh topografi rift basin, menjadi lebih tebal di rendahan dan menipis atau hilang di daerah tinggian. Ketebalan Formasi Parapat di Cekungan Sumatera Utara mencapai 2.300 m. Formasi Parapat di daratan belum pernah dibuktikan sebagai reservoir hidrokarbon komersial, tetapi pada sumur lepas pantai, ONS-B2, ONS-B1, ONS-A5, dan NSO-2N merupakan Oil dan gas shows. Formasi Parapat tidak selaras di atas batuan dasar Pra-Tersier yang di beberapa tempat dinamakan Batupasir Basal.
1.3.2.3      Formasi Bampo – Oligosen Akhir
 Formasi Bampo terutama terdiri dari batulempung dan serpih gampingan, berlapis buruk, piritik dan sedikit material karbonan. Sedimen ini diendapkan selama transgresi dalam lingkungan euxinic sampai pelagik dan selaras diatas Formasi Parapat. Ketebalannya dari 100 sampai lebih dari 2.500 m.
Sikuen lanau Formasi Bampo mengandung sisa bahan organik dan mungkin dapat menjadi potensial untuk batuan induk untuk hidrokarbon di Cekungan Sumatera Utara. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lakustrin, mirip dengan sedimen Oligosen yang di Cekungan Sumatera Tengah dan Selatan.
Studi geokimia Mobil Oil menunjukkan bahwa lanau karbonan, masif, tebal, berwarna gelap dan batulempung Formasi Bampo merupakan batuan induk utama untuk reservoir Pra-Baong. Lapangan gas Arun dan Alur Siwah yang terletak di baratlaut Blok Pertamina yang menghasilkan minyak ringan, Batu Mandi, Diski dan Wampu, diperkirakan mendapat sumber dari batuan induk Formasi Bampo. 

1.3.2.4     Formasi Peutu dan Belumai – Miosen Awal

 Formasi ini di blok baratlaut (Formasi Peutu dan Anggota Telaga Said) terutama terdiri dari lanau dan batugamping dari lingkungan laut dangkal. Batugamping terumbu dijumpai di daerah dangkal. Di timur dan tenggara blok, sedimen yang ekivalen dengan Formasi Belumai terdiri dari batupasir kuarsitik, kebanyakan glaukonitik, berselingan dengan batugamping air dangkal (Karbonat Malaka) dan lanau. Formasi Peutu dan Belumai diendapkan selama trangresi dan tidak selaras menutupi batuan dasar tinggian Pra-Tersier dan selaras di atas Formasi Bampo.
Di blok baratlaut, Formasi Peutu  memiliki ketebalan berkisar dari 85 - 600 m. sedangkan ke arah timur dan tenggara ketebalannya ekivalen dengan Formasi Belumai, 80 – 400 m. Karbonat terumbu Formasi Peutu merupakan penghasil utama kondensat dan gas lapangan gas Arun (Mobil), terbesar di Indonesia, dengan produksi hariannya sebesar 2.300 MMCFGPD dan 110.000 BCPD (Desember 1988).

1.3.2.5    Formasi Baong – Miosen Tengah

 Formasi Baong terbagi kedalam tiga unit tidak resmi (Mulhadiono, 1982), yaitu: Serpih Baong bagian bawah, Batupasir Baong bagian tengah (Middle Baong Sandstone/MBS) dan Serpih Baong bagian atas (Upper Baong Shale). Unit Serpih Baong bagian bawah (Lower Baong Shale), tersusun atas dominasi serpih karbonatan abu-abu gelap, kaya akan foram, menunjukkan lingkungan pengendapan laut. Ketebalan maksimum yang dihitung mencapai 700 kaki.
Unit MBS sebagian besar terdiri dari batupasir abu-abu terang, berbutir sangat halus, karbonatan dan glaukonitik; unit ini seringkali ditemukan di area Aru (Blok milik Pertamina). Bagian top dari anggota ini dicirikan oleh lapisan batupasir sementara bagian bawahnya mengacu pada lapisan batupasir terakhir yang tepat berada di atas Serpih Baong bagian bawah. Baik bagian top maupun bottom, keduanya tidak mewakili korelasi waktu tertentu. Ketebalan sikuen batupasir ini bervariasi antara 300 - 850 m.
Sikuen Serpih Baong bagian bawah diendapkan di kedalaman yang lebih dalam bila dibandingkan dengan Batupasir Baong bagian tengah yang melampar diatasnya, Harrison (1975) menginterpretasikan sikuen ini diendapkan di lingkungan air dangkal dengan kondisi deltaik. Setelah pengendapan MBS, cekungan kembali turun, sehingga endapan laut dalam dari Serpih Baong bagian atas diendapkan. Koesoemadinata (1978) menganggap MBS merupakan endapan turbidit sampai sikuen serpih dari Formasi Baong. Perubahan relatif dari kedalaman muka air yang cepat, mengakibatkan endapan deltaik diendapkan dalam waktu singkat, dan menurut keduanya, kedua formasi tersebut tidaklah sama. Mulhadiono dkk (1982) menyarankan bahwa batupasir dari Sungai Besitang, yang merupakan bagian bawah dari unit MBS, diendapkan pada rezim turbidit.
Unit serpih bagian atas terdiri sebagian besar oleh serpih homogen, abu-abu gelap, fissile dan sedikit karbonatan, unit ini ditumpangi oleh sikuen pasir dari Formasi Keutapang, sementara batas bawah unit ini merupakan bagian atas dari anggota MBS.

1.3.2.6     Formasi Keutapang – Miosen Akhir

 Formasi Keutapang pertama kali diperkenalkan oleh t’Hoen (1919) untuk area Lhokseumawe dan Kuala Simpang, Aceh. Formasi Keutapang tersusun sebagian besar oleh batupasir dan lempung dengan sisipan serpih dan lapisan tipis batugamping, Sebenarnya, Formasi Keutapang terbagi kedalam tiga unit litologi utama, yaitu: Bagian Bawah yang terdiri oleh dominasi litologi pasiran, Bagian Tengah disebut Anggota Securai yang terdiri dari batupasir laut. Bagian Atas disebut Formasi Keutapang terdiri dari perselingan batupasir dan batulumpur.
 Formasi Keutapang melampar tidak selaras diatas Formasi Baong, formasi ini terdiri dari batupasir fluvial sampai inner neritic dan klastik halus yang berasal saat mulai terjadinya pengangkatan Pegunungan barisan di Perisai Sunda baratdaya sampai ke bagian timur (Kingstone, 1978). Mulhadiono (1976) mengidentifikasikan empat lingkungan pengendapan dari batupasir Keutapang bagian bawah di area Aru, yaitu laut dangkal, interdeltaik, deltaik dan estuarin.

1.3.2.7      Formasi Seureula – Pliosen Awal

Formasi Seureula terdiri dari dominasi batupasir dengan perlapisan serpih dan batulempung. Batupasir Seureula memiliki ukuran butir lebih kasar, serta mengandung lebih banyak fragmen cangkang bila dibandingkan dengan batupasir pada Formasi Keutapang. Ketebalannya bervariasi antara 65 m di sumur Tanjung Morawa #1 sampai 2.952 kaki di sumur Muku #1. Formasi ini diendapkan di neritik tengah hingga luar selama Pliosen Awal (N19 – N20).
Seureula bagian bawah – Keutapang telah diperkirakan sebagai batuan reservoir yang paling atraktif disebabkan oleh banyaknya kehadiran oil seeps. Sumur test ONS-F1 (Japex) pada pasir Seureula mendapatkan kurang lebih sebanyak 151 BOPD di kedalaman 533 – 599 m.

1.3.2.8       Formasi Julu Rayeu – Pliosen Tengah – Akhir

Formasi Julu Rayeu terdiri dari campuran pasir dan serpih yang kaya akan material volkanik. Pasirnya konglomeratik dan kadang-kadang tufaan. Formasi ini melampar secara selaras di atas Formasi Seureula dan diendapkan pada lingkungan darat sampai laut dangkal. Ketebalan bervariasi antara 250600 m. Saat ini, Formasi Julu Rayeu tidak dianggap sebagai target yang potensial dalam cekungan ini.
  
 1.4       EVOLUSI TEKTONOSTRATIGRAFI
Berdasarkan studi oleh Tim Mobil North Sumatera, stratigrafi Cekungan Sumatera Utara dibagi kedalam empat sikuen utama, yaitu Sikuen Pre-rift, Rift, Sag dan Sagging Akhir dari Sikuen Post-Rift  (Gambar 1.7).
Gambar 1.7 Evolusi tektonik dan paleogeografi Cekungan Sumatra Utara.

1.4.1        Sikuen Pre-Rift

 Endapan Tersier tertua dan kemungkinan endapan pre-rift telah diketahui oleh Mobil North Sumatera (1995). Endapan tersebut adalah Formasi Meucampli (Eosen Akhir), terdiri dari batupasir konglomerat, batugamping dan material volkanik yang diendapkan pada lingkungan darat. Formasi ini melampar secara tidak selaras di atas batuan dasar Pra-Tersier. Bagian paling bawah dari sikuen ini secara umum termasuk dalam Formasi Tampur, yang tersusun atas dolomit yang umurnya tak diketahui. Di beberapa literatur, dolomit ini berumur Eosen – Oligosen walaupun tidak pernah ada pembuktian secara nyata.
 Dolomit juga terekam di batuan dasar Pre-Tersier lokal dengan umur Perm (Fontaine, 1992), tapi sebagian besar tidak mengandung fosil. Kebingungan terjadi manakala dolomit menembus sedimen yang lebih tua dari Tersier, sebagai akibat dari kehadiran dolomit lebih dari satu unit, dan penggunaan nama “Formasi Tampur” seringkali berubah-ubah.

1.4.2          Sikuen Rift (Eosen Akhir – Miosen Awal)

 Proses rifting dimulai pada Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Proses rifting terjadi sebagai akibat dari half graben berorientasi utara – selatan dan terutama terletak di barat Rayeu Hinge Line dan diawali dengan endapan darat yang berasal dari utara. Sedimen ini menembus di beberapa sumur tetapi sangat sedikit fosil indeks yang terawetkan. Penggenangan oleh air laut terekam di awal Oligosen. Penenggelaman cekungan sangat diachronuos dan berlanjut terus sampai Miosen Awal.
Sedimen darat yang pertama mengisi graben terdiri dari batupasir fluvial atau alluvial dan konglomerat (Formasi Bruksah) yang secara gradual diikuti oleh pengendapan klastik laut dangkal. Selama Oligosen Akhir, sikuen basal transgresif terdiri dari batupasir, batulanau, bersisipan dengan serpih dan disebut sebagai Anggota Batupasir Bireun, yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Meucampli.
 Half graben yang lebih dalam, di bagian selatan Paparan Malaka, terdapat beberapa pusat pengendapan sedimen darat dan batas laut, dimana semakin ke selatan pengaruh laut semakin meningkat. Pusat pengendapan yang semakin dalam, serpih laut dalam Formasi Bampo diendapkan. Kehadiran mineral pirit dalam formasi ini menunjukkan pengendapan dalam kondisi euxinic atau tingkat oksigennya rendah.
 Fase transgresif besar terjadi di Miosen Awal, lalu kemudian diikuti oleh fase penurunan dasar cekungan yang sangat lambat. Penurunan lambat ini ditandai oleh sedikit peristiwa transgresif (orde kecil), setiap peristiwa diikuti oleh periode pengisian ruang akomodasi yang berdekatan dengan Paparan Malaka dan Busur Asahan sebagai sumber asal endapan detrital. Selama periode ini, batupasir laut dangkal karbonatan yang disebut Formasi Belumai diendapkan. Jauh dari area ini, Serpih Bampo mengalami akumulasi secara menerus. Di bagian timur, Batupasir Belumai diendapkan di area Asahan sepanjang bagian selatan dan barat Paparan Malaka, dan memanjang terus ke bagian utara.
 Diakhir periode ini, terjadi re-adjusment tektonik, sebagai hasil penurunan yang berbeda sepanjang arah kelurusan tua di dalam cekungan. Dibeberapa daerah, penurunannya lebih sedikit daripada daerah di sekitarnya dan menjadikannya sebagai daerah yang positif. Tinggian topografi yang di kontrol oleh sesar, seperti Ibu Horst, Tinggian Yang Besar, Tinggian Arun/SLS dan Tinggian Alur Siwah, mengalami erosi.

1.4.3          Fase Sagging (Sikuen Post-Rift)

 Setelah terbentuknya ketidakselarasan post-rift, tingkat rifting jauh berkurang dan penurunan termal regional dimulai (fase sag-Post-rift). Fase sagging dimulai saat Miosen Awal (N7) dan berlanjut sampai Miosen Tengah (N12). Penurunan yang berbeda dan erosi di tinggan, serta penurunan cekungan terjadi selama periode ini.
 Transgressi terjadi di zona N7, menghentikan pengendapan di lingkungan laut dangkal dan menggenangi sebagian besar Paparan Malaka bagian selatan, bersamaan dengan terbentuknya Tinggian Peusangan, Arun, Lhok Sukon Selatan, Alur Siwah, Ibu dan Yang Besar Horst. Relief Paparan Malaka yang datar terbentuk bersamaan dengan naiknya permukaan, dan membentuk paparan laut yang luas, dan pengendapan batuan karbonat melampar secara luas. Batuan karbonat ini dikenal dengan Anggota Batugamping Peutu, yang terbentuk di bagian bawah Formasi Peutu. Batuan karbonat ini hadir juga di perbatasan Mergui Ridge. Jauh dari lingkungan dangkal, di paparan luar, serpih karbonatan dan mengandung banyak fosil telah diendapkan dan disebut sebagai Anggota Serpih Peutu.
 Pengendapan selama awal Miosen Tengah mencerminkan penurunan gradual muka laut jangka panjang, terdiri dari dua siklus dengan berkurangnya magnitude yang sangat cepat. Siklus tertua meliputi fase transgresive, fase highstand sepanjang periode N9 – N11. Magnitude dari transgresi ini berbeda lebih dari sekali selama periode N8. Sebagai akibatnya, banyak sekali tinggian topografi yang mengalami penenggelaman selama terjadinya transgresi, dan terdapat sebuah area dangkal yang tenggelam di Paparan Malaka selama akhir Miosen Awal (N8) ini.
 Garis pantai purba tumbuh semakin ke selatan, dan sebagian besar tinggian di selatan dan baratdaya Paparan Malaka membentuk pulau. Diantara pulau tersebut, serpih diendapkan. Serpih ini termasuk dalam Serpih Baong bagian bawah. Di akhir naiknya cekungan, terjadi pengisian gradual di paparan dan terbentuklah delta di Busur Asahan. Batupasir highstand ini dikenal sebagai Batupasir Baong bagian bawah (Batupasir Asahan).
 Menurunnya dasar cekungan mengakibatkan dimulainya erosi pada paparan dan pasir yang tererosi tertransportasikan jauh ke selatan dan barat Paparan Malaka. Endapan ini disebut sebagai Batupasir Baong bagian tengah/MBS (Batupasir Duyung) dalam Formasi Baong. Batupasir ini diinterpretasikan sebagai dasar/alas berkembangnya lowstand wedges.
 Naiknya dasar cekungan saat N12, lebih sedikit daripada saat N9 – N11, seperti nampak dalam seismik. Akibatnya, area yang terbuka tetap stabil, dan paparan dangkal sekali lagi berkurang di sepanjang Paparan Malaka. Banyak dari area cekungan menjadi laut dalam di lingkungan paparan luar-upper slope. Sementara laju  naiknya dasar cekungan semakin berkurang dan bahkan terhenti, ruang akomodasi terisi selama fase highstand. Batas laut dan pasir fluvial serta serpih terakumulasi dalam paket progradasi dan agradasi. Paket ini kemudian dinamakan Batupasir Baong bagian atas dan semakin ke selatan, jauh dari Paparan Malaka semakin menipis.
  

1.4.4        Fase Sagging Akhir (Sikuen Post-Rift)

 Tektonik tarikan dan inversi terus berlanjut di Cekungan Sumatera Utara, walaupun lajunya berkurang. Bagaimanapun sepanjang batas selatan dari cekungan, terjadi tektonik kompresi sebagai akibat sampingan dari rezim tarikan. Selama waktu N13, restraining bend sepanjang sistem Sesar Sumatera pasti menjadi aktif karena banyak sekali sedimen yang meluncur ke utara area naiknya Barisan pada saat ini.
 Pengangkatan Bukit Barisan dan bersamaan dengan menurunnya area diantara Bukit Barisan dan Paparan Malaka, menghasilkan semakin dalamnya cekungan di beberapa lokasi, terutama di bagian selatan Paparan Malaka dan di bagian utara Bukit Barisan masa sekarang. Kondisi laut dalam memanjang di sebagian besar dari cekungan dan banyak tinggian sebelumnya yang tenggelam di laut dalam. Serpih laut dalam diendapkan sepanjang waktu ini dan membentuk bagian atas dari Formasi Baong yang kemudian dikenal dengan Serpih Baong bagian atas. Berkurangnya laju naiknya dasar cekungan, mungkin sebagai akibat dari berkurangnya penurunan cekungan dan banyaknya suplai detritus dari Barisan, yang mengakibatkan naiknya laju pengisian cekungan. Kemenerusan pengisian di area paparan bersamaan dengan sedikit turunnya dasar cekungan menghasilkan pengendapan unit lowstand di bagian selatan cekungan. Paket ini secara lokal dikenal sebagai Batupasir Sungai Besitang dan/atau Anggota Batupasir Sembilan dari Formasi Baong.
 Pengendapan Miosen Akhir merefleksikan naiknya dasar cekungan yang diikuti oleh erosi dan pengisian. Sedimentasi terjadi di lingkungan paparan dimana serpih diendapkan selama naiknya dasar cekungan dan batupasir diendapkan selama tahap pengisian highstand. Pegunungan Barisan menjadi sumber endapan yang dominan yang mengisi Cekungan Sumatera Utara semenjak N13. Paparan Malaka terdenudasi mulai N15 dan berakhir di N16, dan perubahan konfigurasi cekungan tidak terjadi lagi sampai hari ini. Endapan secara regional termasuk dalam Formasi Keutapang dan Formasi Seureula.
 Formasi Julu Rayeu (Pliosen Akhir) yang diendapkan pada lingkungan aluvial dan paralik, melampar secara selaras diatas Formasi Seureula. Diatas Formasi Julu Rayeu secara tidak selaras diendapkan endapan Pleistosen terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur yang dikenal sebagai Formasi Idi.

1.5       SISTEM PETROLEUM

  

1.5.1       Batuan Induk dan Kematangan

 Geokimia dan kematangan batuan induk mengindikasikan terdapat beberapa batuan induk potensial di Cekungan Sumatera Utara. Serpih Baong bagian bawah memiliki potensi buruk sampai baik dengan kandungan TOC sekitar 1,07% dan sebagian besar tipe kerogennya sapropelik dan humic, diendapkan pada lingkungan laut. Geokimia seperti TOC, Reflektansi Vitrinit (Ro), Spore Colouration Index (SCI) dan pyrolisis dari area di darat (sumur TST-1, KSB-1, SLP-1, SEC-1, PBR-1, BES-1 dan DRU-1) mengindikasikan serpih Baong secara umum mengalami kematangan termal untuk membentuk hidrokarbon. Serpih Bampo memiliki potensi batuan induk yang baik di cekungan ini (Kingstone, 1978). Serpih ini euxinic dan kaya akan material organik yang diendapkan di lingkungan lakustrin.
 Serpih Peutu dan Belumai juga merupakan batuan induk yang potensial di Cekungan Sumatera Utara dengan kandungan TOC antara 0,52% – 1,62% dan rata rata sekitar 0,84% (Gambar 1.8). Tipe utama kerogen dari serpih Peutu adalah serpih yang cenderung menghasilkan minyak.
 Berkaitan dengan tektonostratigrafi, batuan induk di Cekungan Sumatera Utara dapat dibagi kedalam dua kelompok, kelompok batuan induk syn-rift dan post-rift. Serpih dari Formasi Bampo adalah batuan induk yang diendapkan di lingkungan lakustrin selama tahap syn-rift dan serpih Formasi Baong adalah batuan induk tahap post-rift yang diendapkan di lingkungan laut.

Burial history yang menggunakan Metode Lopatin memperlihatkan bahwa serpih Formasi Bampo mencapai awal terbentuknya minyak di Miosen Tengah dan Serpih Formasi Baong mencapai awal terbentuknya minyak di Miosen Akhir – Pliosen. Tipe kerogen dominan dari serpih Baong adalah tipe III yang sangat kaya akan gas (Indeks Hidrogen < 200), diambil dari conto pada kedalaman 10.600 kaki, semakin ke dalam, Indeks Hidrogen (IH) cenderung semakin mengecil dan menjadi tidak potensial (Peter and Cassa, 1994).

Gambar 1.8 Peta penyebaran %TOC di Cekungan Sumatera Utara (Pertamina Jakarta EP, 1992)
  

1.5.2        Reservoir

 Terdapat beberapa reservoir yang memproduksi hidrokarbon secara signifikan di Cekungan Sumatera Utara, seperti batuan karbonat Miosen yang tumbuh sebagai terumbu (Batugamping Arun/Malaka) pada Formasi Peutu. Batupasir Baong yang diendapkan pada lingkungan laut dalam dan batupasir deltaik dan estuarin dari Formasi Keutapang dan Seureula yang terbentuk secara gradual selama naiknya Perbukitan Barisan di sebelah barat (Mulhadiono, 1976). Sama seperti Cekungan Sumatera Selatan, di rekahan pada batuan dasar di Cekungan Sumatera Utara bisa saja memiliki potensi sebagai batuan reservoir, namun sejauh ini belum ada bukti di lapangan Cekungan Sumatera Utara yang menyatakan batuan dasar sebagai reservoir.
 Pada blok milik Pertamina, reservoir Formasi Baong dikenal dengan sebutan Batupasir Baong bagian tengah (MBS) dan ekivalen dengan Batupasir Baong bagian bawah di lepas pantai selat Malaka. MBS hadir di seluruh area kerja milik Pertamina, dan terbentuk sangat baik di area Aru (Pangkalan Brandan). MBS di area Aru dapat dibagi kedalam empat sikuen dari atas ke bawah, adalah:
  • Batupasir Susu: lapisan tipis pasir sisipan serpih. Properti reservoirnya buruk sampai sedang.
  • Batupasir Sembilan: pasir glaukonitik, di area Pangkalan Brandan memiliki perlapisan yang sangat tebal.
  • Batupasir Sungai Besitang: batupasir masif, ada di bagian barat area Pangkalan Brandan.
  • Batupasir Aru: lapisan pasir serpihan sisipan lanau dan serpih
Hanya Batupasir Sembilan dan Sungai Besitang yang memiliki nilai ekonomis, dimana keduanya menghasilkan hidrokarbon di Lapangan Sungai dan Besitang. Batupasir Besitang memiliki porositas antara 20% – 27% dan permeabilitas 9 – 15 mD. Batupasir ini, menurut Mulhadiono (1982), diendapkan oleh mekanisme arus turbidit, dan sumber endapan berasal dari Bukit Barisan (arah baratdaya) dan Sunda Shield (arah timur) dan dibagian tenggara area ini, lapisan yang ekivalen dengan MBS diendapkan oleh mekanisme arus turbidit dengan sumber material pengendapan berasal dari Bukit Barisan (Pertamina-BEICIP, 1985).
 Batupasir Baong bagian bawah terbentuk di Selat Malaka berdekatan dengan Sunda Shield, sebagai sumber material pengendapan. Batupasir kuarsa yang heterogen, argillaceous, sangat halus sampai sangat kasar, menyudut tanggung sampai membundar tanggung, terpilah buruk sampai baik, glaukonitik, friable serta tersementasi dengan baik. Batupasir Baong bagian bawah juga sebagai reservoir yang potensial di Selat Malaka seperti dalam Blok NSB, batupasir MBS ditemukan dalam sumur NSB-N1 serta menghasilkan 794 BOPD, memiliki porositas rata-rata 25% dengan maksimum porositas 35%. Ketebalan bersih mencapai 30 m (mengandung gas 3,3 m dan zona minyak mencapai 27 m) pada interval 1.512 sampai 1.538 m, Sumur NSB-C1 menghasilkan 2,1 dan 6,4 MMCFGPD, ditambah 43 dan 872 BOPD dari dua lapisan pasir dalam MBS. Penemuan lain di bagian utara cekungan yakni di sumur Duyung-1 (9,5 MMCFGPD), sumur ONS-A2 (1.386 dan 2.709 BOPD di tiga zona), ONS-G1 (7,1 MMCFGPD). Porositas baik antara 10% – 30% dari RFT memperlihatkan, batupasir tight, permeabilitas rendah sebagai akibat banyaknya kandungan lempung walaupun demikian, beberapa sumur seperti Duyung-1, JAU-1, NSB-N1, NSB-C1, Teripang-1, batupasir memperlihatkan hasil signifikan antara 9 – 34 MMSCFGPD dengan permeabilitas antara 20 – 365 mD.

1.5.3        Penyekat

 Secara regional di Cekungan Sumatera Utara terdapat beberapa lapisan serpih penyekat yang efektif, seperti Serpih Baong, Keutapang dan Seureula. Serpih Bampo menjadi penyekat yang efektif bagi reservoir klastik berumur Oligosen (Formasi Parapat) dan reservoir batuan dasar. Serpih Baong bagian bawah menjadi penyekat bagi batuan karbonat Peutu dan terbukti sebagai penyekat efektif di Arun, Kuala-Langsa, lapangan minyak NSB, ONS-B1 dan Salem B-1 di Ibu Horst. Serpih Baong bagian atas terbukti sebagai penyekat atas dari cebakan struktur pada reservoir MBS baik yang terbentuk di daratan maupun lepas pantai Cekungan Sumatera Utara. Di Kuala Langsa terbentuk kolom hidrokarbon setebal 377 m, 305 m kolom gas di Arun dan 410 m kolom minyak dan gas di Paluh Tabuhan Barat.
 Serpih di dalam formasi terbukti sebagai penyekat di bagian atas Formasi Keutapang dan Seureula, membentuk panjang maksimum kolom minyak dan gas di beberapa interval, bagaimanapun juga, penyekat ini lebih banyak ditentukan dari pelamparan tutupan vertikal daripada lebarnya penyekat. Gambar 1.9 memperlihatkan ilustrasi dan sari dari komponen sistem petroleum pada Cekungan Sumatera Utara.
Gambar 1.9 Peta Penyebaran %TOC di Cekungan Sumatera Utara.

        1.5.4       Migrasi dan Pengisian

Pemodelan cekungan mengindikasikan bahwa hampir seluruh Cekungan Sumatera Utara membentuk gas secara termal dari kitchen saat syn-rift. Berdasarkan Reeves dan Sulaeman (1995), migrasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera utara berasal dari tiga kitchen utama, seperti Tamiang Deep, Pase Deep dan Lhok Sukon Deep. Gambar 1.10 mengilustrasikan penampang seismik regional yang mengindikasikan adanya kenampakan tinggian dan rendahan.
Gambar 1.10 Penampang seismik regional yang memotong Cekungan Sumatera Utara dan mengindikasikan adanya kenampakan tinggian dan rendahan
.
Data stratigrafi dan geokimia menyarankan terdapatnya lima saluran aktif yang berbeda untuk migrasi atau perpindahan akumulasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera Utara (Mobil North Sumatera Team, 1995). Saluran ini adalah rekahan batuan dasar karbonat atau batuan paparan, klastik Oligosen, Batupasir Lower Baong, Batupasir Keutapang dan sesar bersudut besar yang memotong Serpih Baong dibagian tengah dan atas.

Di bagian utara area, jejak migrasi nampak di sepanjang lapisan pembawa dibawah penyekat regional (Batupasir Oligosen) dan pada sesar berskala besar, namun di bagian selatan dan tengah area, sesar yang terbentuk saat aktivitas naiknya Barisan, memfasilitasi bermigrasinya dan bermigrasinya kembali hidrokarbon.

Kebanyakan minyak di Cekungan Sumatera Utara mengalami kejenuhan terbalik sebagai akibat dari migrasi fluida secara vertikal yang kaya akan gas. Kualitas gas sangat bervariasi, kaya akan CO­ (mulai dari 5% – 6%) biasanya berasosiasi dengan reservoir Pra-Baong, gradien geotermal tinggi dan disolusi batuan dasar karbonat.

1.5.5        Perangkap

Seperti cekungan lain di Indonesia bagian barat, mekanisme pemerangkapan di Cekungan Sumatera Utara terdiri dari perangkap struktur, perangkap stratigrafi dan kombinasi keduanya.  Di Paparan Malaka dan di kemiringan cekungan, perangkap terumbu build up terbentuk sangat baik di karbonat Peutu, terutama di blok milik Exxon Mobil NSO dan Blok Pase. Perangkap struktur juga terbentuk sangat baik sebagai roll over di batupasir Keutapang dan antiklin dengan dip-closure yang sederhana di MBS dan Batupasir Belumai.
Di pusat area, perangkap utamanya adalah perangkap struktur yang terbentuk sebagai akibat dari aktifitas pengangkatan Barisan, seperti antiklin dan flower structure (Mobil North Sumatera Team, 1995). Perangkap yang terbentuk berupa lipatan/antiklin, shale swell, roll over dan drapping. Perangkap stratigrafi juga ditemukan di area ini sebagai kipas turbidit dari MBS dan perangkap terumbu build up dari karbonat Peutu yang melampar di tinggian batuan dasar.

1.6     KONSEP PLAY REGIONAL 

Secara umum, sikuen stratigrafi di Cekungan Sumatera Utara dapat dibagi menjadi tiga sikuen, yaitu
  • Sikuen I, Oligosen-Miosen Awal
  • Sikuen II, Miosen Tengah-Akhir
  • Sikuen III, Pliosen
 Dari sikuen stratigrafi ini dapat dikenal beberapa model play, yaitu model wedge base, wedge middle, dan wedge top. Tipe play wedge base terdiri dari Formasi Parapat, Formasi Bampo, Formasi Belumai, dan Formasi Peutu yang dikenal dengan sikuen I. Play wedge middle atau sikuen II meliputi Formasi Baong. Sikuen III terdiri dari tipe play wedge top yaitu Formasi Keutapang dan Formasi Seurula.
 1.                  Play Wedge Base Parapat
Play Parapat menghasilkan hidrokarbon yang berasal dari batuan induk Formasi Bampo yang matang dan telah membentuk hidrokarbon. Perangkap yang berkembang pada play  ini adalah perangkap stratigrafi dan struktur berupa perangkap kipas aluvial, pengangkatan blok (tilted blok) dan lipatan.
 2.         Play Wedge Base Belumai
Formasi Belumai merupakan salah satu penghasil migas di Cekungan Sumatera Utara. Penyebaran formasi ini cukup luas di seluruh cekungan dan mengalami perubahan fasies, ke arah utara mengandung batuan karbonat sedangkan ke arah selatan menjadi sedimen klastik kasar. Perangkap yang berkembang pada play ini berupa draping, reefal buildup, dan shoal.
 3.         Play Wedge Middle Baong
Formasi Baong mengalami perubahan fasies, dari utara - selatan berubah dari batulempung menjadi batupasir. Play Batupasir Baong Tengah terdapat dibagian selatan cekungan yang juga merupakan penghasil minyak (Lapangan Aru, Rantau), yang diinterpretasikan sebagai endapan turbidit. Ke arah tenggara batupasir ini merupakan bagian bawah Formasi Keutapang. Data reservoir dari beberapa sumur memperlihatkan play ini dalam bentuk lensa dengan ketebalan lapisan pasir 50-75 m, porositas 10-25 % dan minyak yang dihasilkan adalah parafinik dengan 45-52 0API. Perangkap yang berkembang pada sistem play ini beupa shale swell, kipas turbidit, draping, dan perlipatan.
 4.         Play Wedge Top Keutapang
Play ini terdiri dari batupasir endapan delta dari Formasi Keutapang, dengan potensi reservoir ynag terdiri dari lapisan tipis, menipis dengan arah baratlaut-tenggara, sedangkan perangkap minyak yang ditemukan berupa perangkap stratigrafi. Maksimum ketebalan Formasi Keutapang pada bagian selatan adalah 1.150 m.  perangkap pada play ini berupa perlipatan.
 Gambar 1.11 dan 1.12 menjelaskan penampang skematik dari sistem play hidrokarbon yang berkembang pada Cekungan Sumatera Utara pada paparan Malaka secara umum. Keterangan dari gambar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan 1.2 (Pertamina BEICIP, 1996).  

Gambar 1.11 Gambar Skematik-1 Konsep Play Cekungan Sumatera Utara.

Gambar 1.12 Gambar Skematik-2 Konsep Play Cekungan Sumatera Utara.


DAFTAR PUSTAKA


 Barliana, A., Burgon, G., and Caughey, C.A., 2000, Changing Perceptions of a Carbonate Reservoir: Alur Siwah Field, Aceh Timur, Sumatera, Indonesian Pet. Assoc., 27th Annual Convention Proceedings.
Cameron, Nick R., Clarke, M.C.G., Aldiss, D.T., Aspden, J.A., Djunuddin, A., 1980, The Geological Evolution of Northern Sumatera.
Daly, M. C., Hooper, B. G. D. & Smith, D. G. 1987. Tertiary Plate Tectonics and Basin Evolution in Indonesia, Indonesian Pet. Assoc., 16th Annual Convention Proceedings.
Daly, M. C., Cooper, M. A. Wilson, I. Smith, D. G. & Hooper, B. G. D. 1991. Cenozoic plate tectonis and basin evolution in Indonesia. Laute and Petroleum Geology, 8, 2–21.
Inpex Aceh, Ltd., 1997, North Aceh Offshore Block-Total relinguishment report.
Kamili, Z.A., Kingstone, J., Achmad, Z., Abdul Wahab, Sosromihardjo, S., Crausaz, C.U., 1976, Contribution to the Pre-Baong Stratigraphy of North Sumatera, Indonesian Pet. Assoc., 5th Annual Convention Proceedings.
Kamili, Z.A., Naim, A.M., 1973, Stratigraphy of Lower and Middle Miocene Sediments in North Sumatera Basin, Indonesian Pet. Assoc., 2nd Annual Convention Proceedings.
Kingstone, J., 1978, Oil and Gas Generation, Migration and Accumulation in the North Sumatera Basin, Indonesian Pet. Assoc., 7th Annual Convention Proceedings.
Mulhadiono, 1976, Depositional Study of the Lower Keutapang Sandstone in the Aru Area, North Sumatera, Indonesian Pet. Assoc., 5th Annual Convention Proceedings.
Mulhadiono, Sutomo, J.A., 1984, The Determination of Economic Basement of Rock Formation in Exploring the Langkat-Medan Area, North Sumatera Basin, Indonesian Pet. Assoc., 13th Annual Convention Proceedings.
Pertamina Directorate of Exploration & Production., A Review of the Hydrocarbon Geology of the North Sumatera Basin.
Pertamina Directorate of Exploration & Production., 1992, Bid informationon the PSC tender offer Peudada Block, Aceh Province, Indonesia.
PERTAMINA - BEICIP, 1985, Hydrocarbon Potential of Western Indonesia, PERTAMINA.

Cekungan Mentawai #7

7.1        REGIONAL      7.1.1         Geometri Cekungan           Cekungan Mentawai merupakan cekungan busur depan ( Paleogene - Neoge...